Sabtu, 26 Januari 2013

klaim Mekah, Kabah dan Zamzam sudah ada dijaman Abraham adalah klaim bohong belaka.

klaim Mekah, Kabah dan Zamzam sudah ada dijaman Abraham adalah klaim bohong belaka.

KEBOHONGAN SEJARAH
DALAM ISLAM

Selama ini muslim senantiasa mengklaim bahwa kota Mekah beserta Kabah dan mata air zamzam sudah ada sejak jaman Ibrahim. Tulisan berikut akan membahas keabsahan klaim muslim tersebut dengan membandingkan dengan sumber-sumber sejarah lainnya.
Tulisan berikut dibagi menjadi 8 bagian, yaitu :
1. Bagian Pertama; Membahas klaim muslim dan apa yang dikatakan oleh sumber-sumber Islam tentang klaim tersebut.
2. Bagian Kedua : Nabonidus (6 SM). Membahas laporan raja Nabonidus dari Babylon (pertengahan abad 6 SM)
3. Bagian Ketiga : Herodotus. Membahas laporan sejarawan Yunani yang hidup di abad 5 SM
4. Bagian Keempat : Strabbo (23/24 SM). Membahas laporan yang dibuat oleh sejarawan Romawi yang bernama Strabbo yang melakukan perjalanan ke jazirah Arab hingga Yaman sekitar tahun 24 – 23 SM.
5. Bagian Kelima : Diodorus Siculus (abad 1 M). Membahas klaim bohong Islam dengan memanfaatkan tulisan Diodorus Siculus.
6. Bagian Keenam : Pliny (77 M). Membahas daftar kota-kota di Arab yang dibuat oleh Pliny.
7. Bagian Ketujuh : Claudius Ptolemy (150 M). Membahas klaim bohong Islam dengan memanfaatkan tulisan Ptolemy
8. Bagian Kedelapan : Procopius dari Cesarea (abad 6 M). Membahas laporan sejarawan Procipius dari Kaisarea yang hidup sekitar 550 M atau sejaman dengan kakek dan ayah Muhammad SAW hidup.

BAGIAN PERTAMA : MENURUT SUMBER ISLAM
Klaim muslim yang mengaitkan Mekah, Kabah dan Zamzam dengan Ibrahim dan Ismail didasarkan atas beberapa sumber berikut :

Kabah sudah ada dijaman Ibrahim
Sumber : QS 2 : 125
Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i`tikaaf, yang ruku` dan yang sujud".

Kota Mekah sudah ada sejak jaman Ibrahim dan Ismail.
Sumber : Sirah Ibnu Ishaq 
| Kisah Sejarah Nabi Tertua |Muhammadiyah University Press, Jilid 1, halaman 65 :
Ketika Ismail, putera dari Ibrahim meninggal, putranya yang bernama Nabit mendapat tugas menjadi pemimpin dan penguasa Kabah, kemudian tugas tersebut dilanjutkan oleh Mudzadz bin Amr al-Jurhumi. Anak keturunan Ismail dan anak keturunan Nabit bersama kakek mereka Mudzadz bin Amr dan paman-paman dari pihak ibu mereka dari Jurhum, dan anak keturunan Qatura, yang merupakan sepupu Jurhum, waktu itu adalah penduduk Mekah. Meraka datang dari negeri Yaman, dan mengadakan perjalanan bersama-sama kenegeri Mekah. …. Kemudian Tuhan melipat gandakan keturunan Ismail di Mekah.

Mata Air Zam-Zam sudah ada sejak jaman Ibrahim dan Ismail.
Sumber : Hadis Sahih Bukhari 
| Volume 4, buku 55, nomor 583 :
Ketika air di kantung kulit telah habis, Hagar menjadi haus, begitu pula Ismail. Hagar melihat Ismail yang dalam keadaan menderita kehausan. Hagar meninggalkan Ismail karena tidak tahan melihat penderitaan Ismail. ........ . Hagar terus menurt berlari antara Safa dan Marwa hingga tujuh kali.
Rasulullah berkata, "Kejadian inilah yang mendasari tradisi jemaah haji berjalan antara Safa dan Marwa"
Ketika Hagar mencapai bukit Marwa dia mendengar satu suara, Hagar kemudian berkata, "O, siapapun engkau, kamu telah membuatku mendengar suaramu, apakah engkau bisa membantuku? Dan ajaib, Hagar kemudian melihat satu malaikat di lokasi Zam Zam sedang menggali tanah, hingga akhirnya air memancar dari tempat itu.... 


Jadi kota Mekah sudah mulai dihuni dari sekitar tahun 2000 SM, dan terus dihuni hingga terjadi pengusiran suku Jurhum oleh suku Kinana dan Khuza’a
Sumber : Sirah Ibnu Ishaq | Kisah Sejarah Nabi Tertua |Muhammadiyah University Press, jilid 1, halaman 67
Sementara waktu berjalan, suku Jurhum yang menguasai kota Mekah mulai bersikap kurang baik dan sok kuasa. Siapa saja yang memasuki kota Mekah yang bukan dari kerabat mereka diperlakukan dengan buruk……. Bani Bakar bin Abdul Manat bin Kinana dan Bani Ghubsan dari Khuza’a sepakat untuk memerangi suku Jurhum dan bertekat untuk mengusir mereka dari Mekah …. Dan berhasil mengusir suku Jurhum dari Mekah. …. Amir bin Harits bin Mudzadz al Jurhumi membawa dua patung rusa dari Kabah dan batu pojok (harusnya : BATU HITAM) dan menguburnya di sumur Zamzam, dan kemudian pergi meninggalkan Mekah bersama orang-orang Jurhum ke Yaman.

Kejadian ini terjadi sekitar pertengahan abad ke 2 M.
Sumber : Sejarah Hidup Muhammad | Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfury
Robbani Press 1998, halaman 18

Dengan bantuan keturunan Adnan, yakni bani Bakr bin Andi Manaf bin Kinanah, mereka melakukan penyerangan terhadap Jarham sehingga berhasil mengusir mereka dan menguasai Makkah pada pertengahan abad ke 2 M….. Amru bin al-Harits bin Madladl bin al Jarhami mengeluarkan dua patung kijang yang terbuat dari emas milik Kabah dan hajar aswad, lalu disimpan dalam sumur zamzam.

Patung rusa, BATU HITAM dan sumur Zamzam baru sekitar 300 tahun kemudian ditemukan lagi oleh Abdul Muthalib, kakek Muhammad SAW.
Sumber : Sirah Ibnu Ishaq | Kisah Sejarah Nabi Tertua |Muhammadiyah University Press, jilid 1, halaman 64
Ketika Abdul Muttalib sedang tertidur disamping Kabah, dia mendapat mimpi yang menyuruhnya untuk menggali Zamzam …… Suku Jurhum telah menguruk tempat tersebut ketika mereka meninggalkan Mekah. Ini adalah sumur Ismail, anak Ibrahim, dimana Tuhan memberinya air ketika dia kehausan pada saat dia masih bayi.

Sumber : Ibid, jilid 1, halaman 67
Ketika Abdul Muttalib telah mendapatkan kesimpulan tentang letak dari tempat yang hendak digali, dan ternyata tempatnya sama dengan apa yang disebut dalam mimpinya, dia mengambil sebuah cangkul dan mengajak putra satu-satunya saat itu al-Harits dan mulailah dia menggali. Ketika bagian atas dari sumur itu tampak, dia berseru ‘Allah akbar!’. Orang-orang Quraish yang mendengar teriakan Abdul Muttalib datang … dan berkata, “Ini adalah sumur dari nenek moyang kami Ismail ….”

Dari sumber Ibn Ishaq diatas terlihat bagaimana kebohongan tradisi Islam dibuat.
Sulit dibayangkan hal-hal sebagai berikut :
1. Suku Jurhum yang kalah perang dapat mengambil dua patung rusa dan BATU HITAM dari Kabah.
2. Suku Jurhum yang kalah perang dapat memasukkannya dalam sumur Zamzam dan menguruknya hingga sumur zam-zam berhenti mengalir.
3. Bagaimana mungkin suku Kinana dan Khuza’a tidak curiga melihat hilangnya batu hitam dan sumur Zamzam yang tiba-tiba diurug, dan kemudian tidak berusaha mencari batu hitam.

Jika suku Kinana dan Khuza’a bukan orang gila - melihat sumur Zamzam yang adalah mata air dan sumber kehidupan tiba-tiba saja di-urug suku Jurhum hingga berhenti mengalir -mereka akan langsung menggalinya lagi untuk mendapatkan air.

Jadi dari kejanggalan kisah diatas dapat disimpulkan :
1. Tidak ada sumur Zamzam dijaman Jurhum berkuasa, apalagi dijaman Ismail sekitar 2000 SM.
2. Sumur Zamzam memang baru ditemukan oleh Abdul Muttalib diawal abad 6 M.
3. Batu hitampun juga baru ditemukan oleh Abdul Muttalib diawal abad 6 M.

Itulah sebabnya Umar sama sekali tidak menaruh hormat pada BATU HITAM, karena tampaknya dia tahu bahwa batu hitam memang baru ditemukan oleh Abdul Muthallib.
Sumber : Sahih Bukhari 2.667
Dikisahkan oleh Abis bin Rabia : Umar menghampiri lokasi dekat Batu Hitam dan menciumnya dan berkata, “Tidak ada keraguan, aku tahu kamu hanyalah batu yang tidak akan menguntungkan atau merugikan siapapun. Jika saja aku tidak melihat rasulullah menciummu, aku tidak akan menciummu”

Bahkan sumber Islam sendiri meragukan klaim bahwa Kabah sudah ada sejak jaman Ibrahim dan Ismail. Kutipan ini mengisahkan raja Abu Karib Tiban As’ad yang berasal dari Yaman yang saat itu melakukan perjalanan ke Yatsrib.
Sumber : Sirah Ibnu Ishaq Kitab Sejarah Nabi Tertua |Muhammadiah University Press, Juni 2002, Jilid 1, halaman 15 – 16.
Halaman 15 : Tubba menulis baris-baris berikut tentang perjalanannya, apa yang dia lakukan terhadap Madinah dan Ka’bah, …….

Aku tidak tahu tentang adanya kuil yang murni
Yang dipersembahkan untk tuhan di lembah Mekah,
 ….

Menurut sumber berikut Abu Karib Tiban As’ad memerintah di Yaman dari tahun 410 hingga 435 M.
Sumber : Sabaean Inscriptions from Mahram Bilqis (Ma'rib), Jamme, W.F
Johns Hopkins Press, Baltimore, 1962, Volume III, halaman 387. 
link

…. he reigned in Yemen from 410 to 435 A.D.

Jadi selambat-lambatnya pada tahun 435 M, Kabah di Mekah tidak diketahui oleh seorang raja dari Yaman
. Konsekuensi lebih lanjut adalah tampaknya Mekah dan Kabah pada saat itu bukanlah tempat pemujaan yang utama di Arab melainkan hanyalah salah satu dari sekian banyak tempat pemujaan di tanah Arab. Bahkan tampaknya disetiap kota pasti mempunyai kuil suci yang dipersembahkan pada tuhannya kota yang bersangkutan.
QS 27 : 91 : Aku hanya diperintahkan untuk menyembah Tuhan negeri ini (Mekah)
Terjemahan Inggris dari Yusuf ali:
QS 27 : 91 : For me, I have been commanded to serve the Lord of this city


Itulah sebabnya saat penduduk Taif sebuah kota sekitar 50 km tenggara Mekah diserbu oleh Abrahah dengan pasukan gajahnya, penduduk Taif justru menyarankan mereka untuk memusnahkan kuil yang di Mekah saja bahkan menawarkan diri untuk mengantar Abrahah ke Mekah.
Sumber : Sirah Ibnu Ishaq | Kisah Sejarah Nabi Tertua |Muhammadiyah University Press, jilid 1, halaman 34
Mereka berkata kepada Abrahah : Wahai sang raja, kami adalah para budakmu yang memperhatikan dan patuh kepadamu. Kami tidak punya perkara apapun denganmu, begitu juga dengan tempat peribadatan kami – maksudnya adalah Al-Lat – tidak termasuk apa yang kamu cari. Kamu hanya menginginkan kuil yang ada di kota Mekah, dan kami menyertakan untukmu seseorang untuk mengantarmu ke sana.

Sangat unik karena selain tidak tahu lokasi Mekah, ternyata siapa nama pemimpin di Mekahpun tidak diketahui oleh Abrahah.
Sumber : Ibid, halaman 35
Abrahah mengirim seorang suku Himyari yang bernama Hunatake Mekah untuk mengetahui siapa yang menjadi pemimpin tertinggi di Mekah dan untuk menyampaikan kepadanya bahwa maksud kedatangan dia bukanlah untuk berperang melainkan dengan mereka tetapi untuk menghancurkan Kabah …

Konsekuensi lebih lanjut dari kutipan diatas adalah :
· Kabah di Mekah tidak dihormati sebagai peninggalan dari Ibrahim dan Ismail.
· Kota Mekah sama sekali bukan kota yang penting, sangat mungkin hanya merupakan pemukiman kecil.
· Bahkan sekitar tahun 550-an M, lokasi Kabah dan Mekahpun tidak diketahui oleh raja Abrahah dari Yaman sampai harus di tunjukkan oleh penduduk Taif.

Bahkan salah satu puisi yang digantung di Kabah pada masa pra Islam-pun memberikan indikasi tentang waktu pembangunan Kabah yang jauh lebih belakang daripada masa Ibrahim dan Ismail yang selama ini diklaim.
Sumber : The Sacred Books and Early Literature of the East |Charles F. Horne
Parke, Austin, & Lipscomb, 1917, Vol. V: Ancient Arabia, halaman 19 - 40. 
link

The poem of Zuhair ….
"Then I swear by the temple, round which walk the men | who built it from the tribes of Quraysh and Turhum.

Kemudian aku bersumpah demi kui, Yang dikelilingi oleh orang-orang yang berjalan
Mereka yang membangun, dari suku Quraish dan Turhum


Quraish sendiri adalah moyang Muhammad SAW menurutsumber-sumber Islam berikut.

00 IBRAHIM
01 Ismail
02 Nabit
03 Yashjub
04 Tayrah
05 Nahur
06 Muqawwam
07 Udad
08 'Adnan
09 Mu'ad
10 Nizar
11 Mudhar
12 Ilyas
13 Mudrika
14 Khuzayma
15 Kinana
16 AL NADR (AL QURAYSH)
17 Malik
18 Fihr
19 Ghalib
20 Lu'ayy
21 Ka'ab
22 Murra
23 Kilab
24 Qussayy (Real name: Zayd)
25 'Abdu Manaf (Real name: Al Mughira)
26 Hashim (Real name: 'Amr) as Banu Hashim
27 'Abdu Al Mutallib (Real name: Shaiba)
28 'Abdullah
29 MUHAMMAD saw

Jadi Quraish hidup 13 generasi sebelum Muhammad SAW.
Menurut hitungan sederhana: Jika 1 generasi adalah sekitar 30 tahun, beda waktu antara Quraish dan Mahammad SAW adalah 13 x 30 = 390 tahun. Muhammad lahir sekitar 570 M.
Berarti Quraish hidup sekitar 570 – 390 = tahun 180 M.


Jadi cocok dengan apa yang ditulis oleh Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfury yang menyatakan bahwa keturunan Adnan menyerbu Jurhum sekitar pertengahan abad ke 2 M.
Jadi tampaknya baru pada akhir abad ke 2 itulah kota Mekah dan Kabah dibangun.

Makanya sumber Islam-pun kacau balau tentang waktu pembangunan Kabah.
Sumber : Tafsir Ibn Kathir terhadap QS 3:96 ; 
[96] Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakka (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.
Imam Ahmad mencatat bahwa Abu Dharr berkata; “Aku berkata, “O Rasulullah, masjid mana yang pertama dibuat didunia ini?. Dia berkata, “Al-Masjid Al Haram (di Mekah)”. Aku berkata, “Mana yang dibangun setelah itu?”. Dia menjawab, “Al-Masjidil Al-Aqsa (di Yerusalem)”. Aku berkata,“Berapa jangka waktu antara pembangunan kedua bangunan itu?” Dia berkata, “Empat puluh tahun”

Dapat diakses disini.

Menurut perhitungan: Abraham dan Ismail hidup sekitar tahun 1900 SM – 2000 SM.
Raja Salomo (Sulaiman) yang membangun bait Allah di Yerusalem hidup seitar 1000 SM - 970 SM. Jadi ada beda waktu 1000 tahun antara Ismail (yang membangun Kabah = Masjidil Haram) dengan raja Salomo (yang membangun Bait Allah di Yerusalem). Jadi bagaimana bisa dikatakan beda waktu keduanya hanya 40 tahun?

BAGIAN KEDUA : NABONIDUS SUMBER BABILON (550 SM)
Keberadaan Mekah juga luput dari catatan sejarah seorang raja dari Babilonia yaitu Nabonidus yang menguasai wilayah Arab.Raja Nabonidus memindahkan kerajaannya ke Teima, sebuah kota di sisi utara Medinah selama 10 tahun (550 SM – 540 SM) yang tercatat dalam Syair Kisah Nabonidus.
Sumber : Ancient Records from North Arabia, F.V.Winnett and W.L.Reed, University of Toronto Press, 1970, halaman 89 
Nabonidus killed the prince of Teima and took his residency and built there his palace like his palace in Babylonia.

Nabonidus membunuh pangeran dari Teima dan mengambil alih kediamannya dan kemudian membangun istananya dilokasi itu seperti istananya di Babylonia.


Masih menurut sumber diatas, halaman 91, dari inskripsi yang ditemukan di Harran – kota asal Nabonidus – tercatat bahwa dia juga menaklukkan kota-kota di Hijaz, diantaranya adalah Yathrib (Medina) dan Khaybar. Kota Khaybar sendiri terletak di utara Medina sekitar 100 km dalam arah menuju ke Teima. Namun sama sekali tidak ada penyebutan kota Mekah. Ini mengindikasikan bahwa kota Mekah memang belum ada saat itu, makanya tidak muncul dalam panggung sejarah dipertengahan abad ke 6 SM.

BAGIAN KETIGA : HERODOTUS
Herodotus adalah sejarawan Yunani yang hidup 484 SM hingga 430 SM/420 SM. Menuliskan sebuah buku berjudul The History yang diterbitkan sekitar tahun 425 SM. Buku ini adalah narasi sejarah tentang perang Greco – Persia.
Dalam buku 3 nya Herodotus menuliskan Arab Selatan sebagai berikut.
Sumber, link.

Arabia is the last of inhabited lands towards the south, and it is the only country which produces frankincense, myrrh, cassia, cinnamon, and laudanum.

Arabia arah selatan adalah lokasi yang paling akhir dihuni, dan wilayah inilah satu-satunya yang memproduksi kemenyan, mur, kasia, kayu manis dan madat.


Jadi catatan Herodotus bertentangan dengan sumber Islam yang mengklaim wilayah Mekah sudah dihuni semenjak abad ke 20 SM dan menjadikan wilayah ini yang pertama dihuni dan dari Mekahlah kemudian keturunan Ismail menyebar ke segala penjuru Arab. Catatan sejarah adalah jelas, Arab Selatan adalah wilayah yang paling akhir dihuni. Ini sangat jelas karena migrasi dari Mesopotamia kuno adalah menuju ke wilayah barat daya arah Israel dan ke selatan melalui pantai timur jazirah Arab dari Qatar, Uni Emirat Arab, Oman dan Yaman. Itulah sebabnya wilayah Arab Utara dan Yaman lebih dahulu didiami dibandingkan wilayah Arab Selatan. Jika Khaybar dan Medina baru muncul di sekitar abad 6 SM, ini berarti di abad 6 SM Mekah pasti belum ada karena letaknya lebih selatan lagi dari Medinah. Jadi bagaimana mungkin Mekah sudah ada di abad 20 SM.

BAGIAN KEEMPAT : STRABBO SUMBER ROMAWI (23/24 SM)
Di tahun 30 SM, Mesir takluk dan menjadi salah satu provinsi Romawi. Setelah menaklukkan Mesir, Romawi berusaha meneruskan penaklukkannya ke wilayah jazirah Arab hingga ke Yaman yang pada waktu itu adalah sebuah kerajaan besar .
Di tahun 23 / 24 SM, pemerintah Romawi mengutus Aelius Gallus, gubernur Mesir untuk memimpin penaklukan tersebut.
Sumber : History of Rome, Buku LIII.xxix. 3 - 8 | Dio Cassius, 220 M

For 23 B.C.: While this was going on, another and a new campaign had at once its beginning and its end. It was conducted by Aelius Gallus, the governor of Egypt, against the country called Arabia Felix

Tahun 23 SM : Sementara semuanya berjalan, satu ekspedisi baru dimulai dan diakhiri. Ekspedisi itu dipimpin oleh Aelius Gallus, gubernur Mesir, terhadap wilayah Arab Felix.


Dalam ekspedisi ini diikutsertakan seorang sejarawan dan ahli geografi yang bernama Strabo (meninggal 22 M) yang kemudian mencatat peristiwa ini dalam 16 buku karangannya.

Informasi peta wilayah Arabia dapat diakses disini.

Sumber kutipan berikut diambil dari: Geography, Buku XVI, Chap. iv, 1-4, 18-19, 21-26

Dalam buku ini, dikutip kota-kota yang dilalui oleh Gallus dalam perjalanan pergi dan pulangnya. Gallus melewati dua jalur yang berbeda, dimana jalur pergi adalah melalui gurun pasir di bagian timur sisi Laut Merah, sementara jalur pulang adalah melalui jalur tepi laut Merah. Gallus berangkat dari wilayah kanal di sekitar sungai Nile dan ini hanya mungkin dari sekitar wilayah Suez sekarang. Kota pertama yang disinggahi adalahLeuce Come.
Sumber : Strabo, XVI.iv.23.
Gallus, notwithstanding, built not less than eighty biremes and triremes and galleys at Cleopatris near the old canal which leads from the Nile. ….. he constructed a hundred and thirty vessels of burden, in which he embarked with about ten thousand infantry, …… he arrived on the fifteenth day at Leuce-Come, a large mart in the territory of the Nabataeans, ……
Gallus membuat tidak kurang dari 80 perahu di Cleopatris, dekat dengan kanal tua yang bersumber dari sungai Nil …. Dia membuat 130 kapal, dimana dia berangkat dengan 10.000 pasukan …… dia sampai di Leuce Come dihari ke 15, sebuah tempat perdagangan yang besar di wilayah Nabatean …..


Wilayah Nabatean sendiri adalah terbentang antara perbatasan Syria dengan Arab dari sungai Eufrat hingga Laut Merah.
Sumber : Encyclopaedia Britannica, sub topik Nabatean
member of a people of ancient Arabia whose settlements lay in the borderlands between Syria and Arabia, from the Euphrates River to the Red Sea. ……

Anggota masyarakat Arab kuno yang mendiami perbatasan antara Syria dan Arab, dari sungai Eufrat hingga Laut Merah ….


Leuce Come ini masih didaerah kekuasaan Nabatean, jadi lokasinya masih dekat dengan perbatasan Syria. Jadi kemungkinan adalah kota Al-Wajh modern di wilayah Tabuk – Arab Saudi. Perjalanan berlanjut menuju wilayah kekuasaan Aretas.
Sumber : Strabo, XVI.iv.24. 
… After a march of many days, therefore, he came to the territory of Aretas [modern Medina?], who was related to Obodas. Aretas received him in a friendly manner, and offered presents. But by the treachery of Syllaeus, Gallus was conducted by a difficult road through the country; for he occupied thirty days in passing through it..

… Setelah berjalan beberapa hari, Gallus mencapai wilayah kekuasaan Aretas, yang beraliansi dengan Obodas. Aretas menerimanya dengan ramah dan memberi hadiah. Tapi karena kebohongan Syllaeus (vivaldi : penunjuk jalan Gallus), Gallus harus melalui jalan yang sangat sulit melalui wilayah tersebut, dimana dia menghabiskan 30 hari melaluinya.


Sangat mungkin Aretas ini adalah penguasa wilayah Medinah. Sementara Obodas adalah penguasa Khaybar. Kedua kota ini berdekatan sehingga sangat mungkin keduanya beraliansi. Dengan tidak disebutkan nama kotanya menunjukkan bahwa ke 2 kota ini adalah kota yang sudah diketahui oleh umum. Medina dan Khaybar sudah disebutkan dalam jaman Nabonidus (550 SM), jadi diabad ke 1 SM pasti sudah merupakan kota yang dikenal. Dari Al-Wajh ke Medinah berjarak sekitar 380 km dengan melalui bukit-bukit yang cukup sulit tergambar dari kutipan diatas. Secara rata-rata Galus hanya dapat maju sekitar 13 km tiap harinya. 


Kota berikutnya adalah Negrani.
Sumber : Strabo, XVI.iv.24.
The next country to which he came belonged to the nomads, and was in great part a complete desert [the Debae]. It was called Ararene. The king of the country was Sabos. Gallus spent fifty days in passing through this territory, for want of roads, and came to a city of the Negrani, and to a fertile country peacefully disposed. The king had fled, and the city was taken at the first onset. After a march of six days from thence, he came to the river [in the land of the Minae].

Wilayah selanjutnya yang didatanginya adalah kekuasaan suku nomaden, dan hampir seluruhnya adalah padang pasir. Wilayah itu disebut Ararene. Rajanya bernama Sabos. Gallus menghabiskan 50 hari melalui wilayah ini dan mencapai kota Negrani, wilayah subur yang telah ditinggalkan dengan sukarela. Raja telah melarikan diri dan kota diduduki segera. Setelah berjalan 6 hari dari sini, dia mencapai sebuah sungai [di wilayah Minae].


Perjalanan yang dilakukan adalah sekitar 50 hari melalui gurun pasir sebelum mencapai Negrani. Sangat mungkin Negrani disini adalah kota Taif. Jarak antara Medinah dengan Taif adalah sekitar 500 km,dilewati dalam 50 hari, berarti kecepatan adalah sekitar 10 km / hari. Kecepatan yang rendah ini karena sangat mungkin pada saat terjadi badai mereka harus berhenti berjalan.
Tiga indikasi lain yang menguatkan Negrani adalah Taif adalah :
1. Karena dari sini dengan berjalan selama 6 hari kearah selatan mereka menemukan sungai. Sungai ini adalah sebuah sungai yang terletak disebelah utara Al-Qunfudhah. Jarak antara Taif hingga sungai adalah sekitar 150 km, berarti mereka berjalan dengan kecepatan sekitar 25 km / hari.
2. Kota ini sama seperti Medinah berada disisi timur jajaran pegunungan. Jadi Gallus tampaknya berjalan menyusur tepi pegunungan.
3. Kota Al-Qunfudhah dengan sungainya relatif sudah dekat Yaman modern, yaitu sekitar 300 km arah utara Yaman. Jadi sangat mungkin kota al-Qunfudhah dan sungainya dijaman Gallus berada dibawah kekuasaan Minae dari Yaman.

Sumber : Encyclopaedia Britannica, sub topik: Yemen
The three most famous and largest of these empires were the Minaean, the Sabaean (the Biblical Sheba), and the Himyarite (called Homeritae by the Romans), all of which were known throughout the ancient Mediterranean world; their periods of ascendancy overlap somewhat, extending from roughly 1200 BC to AD 525.

Tiga kerajaan yang paling terkenal dan terbesar adalahMinaean, Saba dan Himyar, semuanya terkenal dalam sejarah kuno Mediteran, periode kekuasaan mereka berlangsung antara 1200 SM hingga 525 M.


Perjalanan berlanjut menuju Asca.
Sumber : Strabo, XVI.iv.24.
Immediately afterwards he took the city called Asca, which had been abandoned by the king.. Segera setelah itu, dia menaklukkan kota Asca, yang telah ditinggalkan oleh rajanya.

Jadi setelah menemukan sungai, Galus segera mendapati sebuah kota yaitu Asca yang sangat mungkin adalah Qal’at. Jarak dari sungai ke Qal’at cukup dekat hanya sekitar 150 km. Jadi dapat ditaklukkan dengan segera.

Kemudian menuju Athrula.
Sumber : Strabo, XVI.iv.24.
He thence came to a city Athrula, and took it without resistance; having placed a garrison there, and collected provisions for the march, consisting of grain and dates

Dia kemudian mencapai kota Athrula, dan menaklukkannya tanpa perlawanan, menempatkan satu garnisun disana, dan mengumpulkan persediaan untuk perjalanan selanjutnya, terdiri dari gandum dan kurma.


Sangat mungkin Athrula adalah kota Najran karena disinilah mereka menambah perbekalan karena Najran adalah kota yang subur dengan oasis. Sejarah mencatat kota ini dikunjungi Romawi pertama kali ditahun 24 SM yang adalah waktu saat Gallus melakukan ekspedisinya.

Sumber : Encyclopaedia Britannica, sub topik : Najran
town, oasis, ….. First visited by the Romans in 24 BC, …. Najran was one of the main centres producing frankincense and myrrh to supply the Mediterranean basin and the Middle East between 1000 BC and AD 600.

Kota, oasis …. Pertama kali dikunjungi orang Romawi di tahun 24 SM…. Najran adalah kota utama yang menghasilkan kemenyan dan mur yang menyuplai wilayah Mediterania dan Timur tengah antara 1000 SM dan 600 M.


Kemudian ke Marsiaba.
Sumber : Strabo, XVI.iv.24.
he proceeded to a city Marsiaba, belonging to the nation of the Rhammanitae, who were subjects of Ilasarus. He assaulted and besieged it for six days, but raised the siege in consequence of a scarcity of water. …

Dia melanjutkan ke kota Marsiaba, yang dikuasai bangsa Rhammanita, yang takluk dibawah Ilasarus. Gallus menyerang dan mengepung kota selama 6 hari, dan meninggatkan kepungan akibat kekurangan air.


Sangat mungkin Marsiaba ini adalah Mar’ib sebuah kota yang terkenal dengan bendungannya yang jebol pada tahun 450 / 451 M.

Jadi dalam perjalanannya hingga mencapai Yaman, tidak ada sebuah kota yang bernama Mekah sama sekali. Jika saat itu Mekah sudah ada dengan mata airnya yaitu Zam Zam yang melimpah, tentu saja kota ini akan disinggahi oleh Gallus.
Di padang pasir, orang mungkin bisa menyembunyikan laut, TAPI TIDAK BISA MENYEMBUNYIKAN OASIS.
Setelah kegagalan menaklukkan Marsiaba, Gallus memutuskan untuk kembali ke Mesir. Dalam perjalanan pulang ini Gallus menggunakan jalan lain yang ternyata lebih cepat. Kota pertama adalah Negrana.

Sumber : Strabo, XVI.iv.24.
he had time to take another route back; for he arrived in nine days at Negrana, where the battle was fought,
dia memiliki waktu untuk mengambil rute lain untuk kembali, Gallus mencapai Negrana dalam 9 hari, dimana terjadi pertempuran.


Negrana sangat mungkin adalah Sa’dah modern di Yaman.Jarak Mar’ib ke Sa’dah adalah sekitar 240 km, ditempuh dalam 9 hari. Berarti mereka berjalan rata-rata 27 km / hari. Kemudian Seven Wells.

Sumber : Strabo, XVI.iv.24.
and thence in eleven days he came to the "Seven Wells" [modern Al-Qunfudhah], as the place is called from the fact of their existing there. Thence he marched through a desert country, and came to Chaalla a village,

dan kemudian dalam 11 hari mencapat “Tujuh Sumur”, tempat yang dinamakan menurut keberadaan sumur-sumur tersebut. Kemudian mereka berjalan melalui gurun pasir dan tiba di sebuah pemukiman bernama Chaala.


Para ahli menyatakan bahwa Tujuh Sumur ini adalah Al-Qunfudhah. Jarak Sa’dah ke Al-Qunfudhah adalah sekitar 370 km,ditempuh dalam 11 hari. Berarti mereka berjalan rata-rata 34 km / hari. Sementara Chaala kemungkinan adalah Al-Lith modern.
Kemudian menuju Malothas.

Sumber : Strabo, XVI.iv.24.
and then to another called Malothas [perhaps modern Jeddah], situated on a river. 
Dan kemudian menuju Malothas, yang terletak disebuah sungai.

Kota ini terletak ditepi sebuah sungai dan sangat mungkin adalah kota Jedah modern karena ada sebuah sungai disana.

Sumber : Strabo, XVI.iv.24.
This road then lay through a desert country, which had only a few watering-places, as far as Egra [modern Yanbu] a village. It belongs to the territory of Obodus, and is situated upon the sea.
Jalan ini kemudian melalui padang pasir, yang hanya memiliki sangat sedikit tempat berair, hingga mencapai Egra. Kota ini masuk wilayah Obodus dan terletak ditepi pantai.


Setelah Jeddah, mereka mendapati Egra yang sangat mungkin adalah Yanbu modern karena terletak ditepi Laut Merah.
Lagi-lagi dalam perjalanan balik ini tidak ada kota dengan ciri-ciri Mekah disebutkan.

Kesimpulan :
Dalam perjalanan menuju Yaman, setelah mendarat di Al-Wajh, Gallus dan pasukannya bergerak kearah tenggara menuju jalur padang pasir dengan melewati kota Medinah – Taif – Qal’at – Najran dan berusaha menaklukkan Mar’ib. Sementara perjalanan pulang melewati jalur Mar’ib – Sa’dah – al-Qunfudhah – Al-Lith - Jedah dan Yanbu.

Tidak ada sama sekali penyebutkan kota seperti Mekah yang memiliki mata air Zam-Zamnya.
Jika saja Mekah dengan mata air zam-zamnya sudah ada sejak jaman Abraham (2000 SM), sudah barang tentu kota ini akan dilewati oleh Gallus karena di padang pasir, MATA AIR LEBIH BERHARGA DARIPADA EMAS BERLIAN.


BAGIAN KELIMA : DIODORUS SICULUS (ABAD 1 SM)
Kutipan berikut diterjemahkan secara bebas dari tulisan Islamic Awareness yang dapat diakses disini.

Diodorus Siculus adalah seorang sejarawan Yunani di abad 1 SM yang menuliskan Bibliotheca Historica, sebuah buku yang menggambarkan beberapa bagian dunia. Kutipan berikut adalah dari terjemahan Inggris yang dikutip oleh Gibbon dari buku Diodorus Siculus yang menggambarkan sebuah kuil yang dipandang sebagai kuil yang paling suci di Arab.
And a temple has been set-up there, which is very holy and exceedingly revered by all Arabians.
Dan sebuah kuil telah dibangun disana, yang sangat suci dan dihormati oleh semua orang Arab.


Komentar : Dalam usahanya untuk mencari pembenaran klaim bohong tersebut, tim dari Islamic Awareness harus membuat kebohongan lainnya.
Kutipan yang lebih lengkap adalah sbb : 
The people who inhabit the country beside the gulf ,who are named the Banizomenes, support themselves by hunting and eating the flesh of land animals. A very sacred temple has been established there which is highly revered by all the Arabs.
Orang yang menghuni wilayah disebelah teluk, dinamakan Banizomenes, yang hidup dari berburu dan memakan daging binatang darat, Dan sebuah kuil telah dibangun disana, yang sangat suci dan dihormati oleh semua orang Arab.

Jadi kuil ini adalah kuilnya orang Banizomenes, bukan kuilnya orang Quraish.
Terus dimana letak pemukiman Banizomenes itu. Dijelaskan oleh seorang sejarawan Agatharchides yang menulis buku berjudul On the Erythraean Sea ditahun 145 – 132 SM. Link
One encounters the Laeanites Gulf around which there are many villages of the so-called Nabataean Arabs….. Next after this section of the coast is a bay which extends into the interior of the country for a distance of not less than five hundreds stades. Those who inhabit the territory within the gulf are called Batmizomaneis and are hunters of land animals.
Seseorang menemukan sekeliling Teluk Laeanites dimana ada banyak pemukiman dari orang-orang Arab Nabatean….. Setelah wilayah ini yang masih dipinggir pantai adalah teluk yang menjorok masuk kedalam sekitar tidak kurang dari 500 stadia. Mereka yang mendiami wilayah ini dalam area teluk dinamakan Batmizomaneis yang adalah pemburu binatang darat.


Jadi kuil yang disebutkan berada di sekitar teluk Akaba yang terletak antara jazirah Sinai dengan Arab, sangat jauh dari Mekah. Itulah sebabnya tim Islamic Awareness sengaja memotong sebagian kalimat saja karena kalau dikutip semuanya maka kebohongan mereka akan langsung terlihat.

BAGIAN KEENAM : MENURUT PLINY (ABAD 1 M)
Setelah Mekah tidak tercatat dalam sejarah abad 6 SM, abad ke 5 SM dan abad 1 SM, kita coba lihat apa catatan sejarah pada abad ke-1 Masehi. Sumber adalah dari seorang penulis sekaligus seorang pemimpin skuadron prajurit Romawi yaitu Pliny. Pliny lahir di Como, Italia di tahun 23 M dan meninggal ditahun 79 M. Dia menyelesaikan bukunya yang berjudul “Natural History”ditahun 77 M. Dalam menyusun bukunya, Pliny mendasarkan pada perpustakaan Romawi. Di buku 6, bab 32 dan 33 Pliny mendaftarkan 92 suku dan 62 kota di Arab, namun tidak sekalipun menyebut suku Jurhum dan Adnan maupun kota Mekah. Tulisan Pliny ini memperkuat apa yang dilaporkan Strabbo sekitar 100 tahun sebelumnya dimana kota Mekah tidak dikenal.

BAGIAN KETUJUH : MENURUT CLAUDIUS PTOLEMY (ABAD 2 M)
Kutipan berikut diterjemahkan secara bebas dari tulisan Islamic Awareness yang dapat diakses disini.

Menarik mengetahui bahwa Claudius Ptolemy dari Alexandria, ahli matematika dan astronomi, terkenal sekitar 1 abad setelah Pliny, membuat peta dunia. Dia bukanlah ahli geografi sehingga bukunya hanya dimaksudkan untuk menjelaskan peta yang dia buat. Dia menyebutkan sekitar 114 kota dan pemukiman di Arab Felix.
Sebagai contoh, Dumaetha, dijelaskan berada di perbatasan utara Arab Felix adalah kota Daumet diabad pertengahan, dan sekarang adalah oasis besar yang bernama Jauf. Hejr, yang terkenal di jaman jahiliyah, sekarang dikenal sebagai Medayin Salih, adalah kota Egra menurut Ptolemy. Kota Thaim adalah Teima, yang terkenal karena inskripsinya tentang keberadaan kuil-kuil dan penduduk diabad 5 SM. Inilah Tema kota Ayub. Sementara Lathrippa, yang berlokasi disebelah dalam Iambia (Yambo), dikenal juga IAthrippa menurut Stephan dari Byzantium, Yathrib menurut tradisi Arab mula-mula, sekarang adalah El Medina.
Selain itu disebutkan juga tempat bernama Macoraba yang diidentifikasikan sebagai Mekah. Menurut GE von Grunebaum : Mecca is mentioned by Ptolemy, and the name he gives it allows us to identify it as a South Arabian foundation created around a sanctuary.
Mekah disebutkan oleh Ptolemy, dan nama yang diberikan oleh Ptolemy memungkinkan kita untuk mengidentifikasikan lokasi itu di Arab Selatan yang dibangun disekitar tempat pemukiman.


Komentar :
Ahli Geografi Yunani, Claudius Ptolemy dari Alexandria, Mesir, lahir ditahun 90 M dan meninggal 168 M. Sekitar tahun 150 M dia mulai menaruh perhatian kepada masalah geografi. Dalam bukunya Geography, buku VI, bab 7, Ptolemy mendokumentasikan beberapa lokasi utama di Arab lengkap dengan koordinat bujur dan lintangnya.
Macoraba yang dilaporkan oleh Ptolemy tidaklah mungkin adalah Mekah dengan 3 alasan sbb.:
1. Dari struktur konsonan-nya, Macoraba (MCRB) berbeda dengan Mecca (MCC) yang mengindikasikan kota ini bukanlah Mekah. Yaqut al Hamawi seorang ahli geografi Arab (1179 M – 1229 M) pernah menyebutkan keberadaan sebuah kota yang bernama Maqarib (sumber : Mujam al-Buldan, iv, 587) Dari struktur konsonannya Maqarib (MQRB) lebih mendekati MCRB (Macoraba). Patricia Crone dalam bukunya Meccan Trade, Princeton University Press, 1987, halaman, 136 menyarankan lokasi Macoraba atau Maqarib ini dekat dengan Yathrib (Medinah).
2. Dari posisi bujur Strabo menuliskan bahwa Latriba (Yathrib atau Medinah) berada di 71 derajat. Sementara Macoraba berada di lokasi 73 derajat 20 menit. Ini berarti Macoraba berada disebelah timur Latriba (Medinah) 2 derajad 20 menit.. Sementara Mekah berada di bujur yang hampir sama dengan Medinah.
3. Dari posisi lintang Ptolemy menyebutkan Macoraba adalah kota ke 6 setelah Lathrippa (Medinah). Kota pertama yang disebutkan setelah Lathrippa adalah Carna. Kota Carna sendiri menurut Strabo masuk dalam kekuasaan Minaea diwilayah Yaman. Jadi Macoraba tidak mungkin Mekah karena tidak terletak di Yaman.

Sumber : The Geogrophy of Strabo | Buku 16, chapter iv, 2 | The Geogrophy of Strabo, volume vii, translated by Horace L. Jones , 1966, page 311). Link.
Bagian penting dari wilayah ini dikuasai oleh 4 suku besar, oleh Minaea … yang kota utamanya adalah Carna, setelah itu adalah Sabaeans, yang kota utamanya adalah Mariaba, setelah itu adalah Cattabanians, yang kota utamanya adalah Tamna, dan diujung timur, Chatramotitae, yang berarti Hadramout, yang kotanya adalah Sabata.

Carna dikenal sebagai kota terbesar di Yaman yang menjadi ibu kota kerajaan Minaea.

Seorang sejarawan lainnya yaitu Pliny dalam bukunya Natural history of Pliny; Book VI, chapter 32, menyebutkan sebuah kota dengan nama Mochorba, yang dikatakan adalah pelabuhan Oman di pantai Hadramout di Arab Selatan.
Hadramout sendiri adalah Oman modern.

Sumber : Encyclopaedia Britannica edisi 2003 | Topik : Hadramawt
ancient South Arabian kingdom that occupied what are now southern and southeastern Yemen and the present-day Sultanate of Oman (Muscat and Oman).
Kerajaan Arab kuno yang menguasai wilayah selatan dan tenggara Yaman dan sekarang adalah kesultanan Oman.


Karena Macoraba ini tidak muncul dalam catatan sejarah manapun selain tulisan Ptolemy, tampaknya Macoraba ini hanyalah pemukiman kecil yang eksis di abad 2 M pada masa Ptolemy dan kemudian ditinggalkan. Sangat mungkin sejumlah suku Oman dari Mochorba beremigrasi ke utara mendekati kota Carna dan pemukiman mereka dinamakan Macoraba dengan mengikuti nama kota asal mereka yaitu Mochorba.

BAGIAN KEDELAPAN : MENURUT PROCOPIUS DARI CAESAREA (ABAD 6 M)
Procopius hidup sekitar tahun 550 M. Dalam bukunya terdapat beberapa kesamaan dengan sumber dari Ibn Ishaq diatas.
Dimulai dengan penganiayaan orang-orang Kristen di Himyar (Yaman)
Sumber : History of the Wars, Procopius of Caesarea | Buku I.xix.1 - 16, 23 - 26; xx.1 – 13 : 
At about the time of this war Ellesthaeus, the king of the Ethiopians, who was a Christian and a most devoted adherent of this faith, discovered that a number of the Omeritae on the opposite mainland [modern Yemen] were oppressing the Christians there outrageously;
Pada waktu sekitar perang ini, Elesthaeus, raja dari Ethiopia, yang adalah seorang Kristen yang saleh, mendengar bahwa sejumlah orang himyar di wilayah Yaman menganiaya orang Kristen dengan kejam


Kisah penganiayaan ini terdapat dalam buku Ibn Ishaq.
Sumber : Sirah Ibnu Ishaq | Kisah Sejarah Nabi Tertua | Muhammadiyah University Press, Jilid 1, halaman 25. 
Dhu Nawas datang menyerang mereka dengan tentaranya dan memaksa penduduk untuk memeluk agama Yahudi, memberi pilihan kepada mereka antara hidup dan mati, mereka memilih mati. Maka kemudian Dhu Nawas menggali parit untuk mengubur mereka, membakar sebagian dari mereka dengan api, membunuh yang lain dengan pedang, sampai kemudian dia telah membunuh hamper dua puluh ribu penduduk … 

Kisah berlanjut dimana raja Himyar kemudian dikalahkan, digantikan oleh raja yang lain dan kemudian naiklah raja Abramus (Abrahah)
Sumber : Procopius, Buku I.xix.1 - 16, 23 - 26; xx.1 – 13 :
He therefore collected a fleet of ships and an army and came against them, and he conquered them in battle and slew both the king and many of the Omeritae. He then set up in his stead a Christian king, an Omeritae by birth, by name Esimiphaeus, ….
Sang raja kemudian mengirimkan kapal dan pasukan untuk menyerbu Himyar, dan berhasil menaklukkan mereka dan membunuh raja himyar dan banyak penduduknya. Dia kemudian menobatkan seorang keturunan Himyar menjadi raja, yaitu Esimiphaeus, …. 


These fellows at a time not long after this, in company with certain others, rose against the king Esimiphaeus and put him in confinement in one of the fortresses there, and established another king over the Omeritae, Abramus by name. Now this Abramus was a Christian, ……
Pengikut-pengikut Esimiphaeus, dengan dibantu beberapa pihak, memberontak terhadap sang raja dan menahannya dalam salah satu bentengnya, dan menobatkan raja baru terhadap Himyar, yaitu Abramus. Abramus adalah seorang Kristen …


Kisah ini terdapat juga dalam buku Ibn Ishaq.
Sumber : Ibn Ishaq, halaman 26 - 29
Daus berngkat ke Abissinia dengan membawa surat sang raja, dan kemudian raja Abissinia mengirimkan tujuh puluh ribu tentara ……… Aryat memegang kendali kekuasaan di Yaman selama beberapa tahun , tetapi kemudian Abrahah orang Abissinia memecah kekuasaannya …. Dan orang-orang Abissinia di Yaman menerima Abrahah sebagai pemimpin mereka …

Kisah berlanjut dimana Abramus mengalami 2 kali penyerbuan oleh pasukan raja Ethiopia, namun berhasil mengalahkan mereka.
Sumber : Procopius, Buku I.xix.1 - 16, 23 - 26; xx.1 – 13 :
When Ellesthaeus learned this, he was eager to punish Abramus together with those who had revolted with him for their injustice to Esimiphaeus, and he sent against them an army of three thousand men with one of his relatives as commander. This army, once there, was no longer willing to return home, but they wished to remain where they were in a goodly land, and so without the knowledge of their commander they opened negotiations with Abramus; then when they came to an engagement with their opponents, just as the fighting began, they killed their commander and joined the ranks of the enemy, and so remained there.
Ketika Ellesthaeus mendengar hal ini, dia hendak menghukum Abramus dan pengikutnya yang telah menurunkan raja Esimiphaeus, dan dia mengirimkan 3000 pasukan dengan seorang kerabatnya sebagai komandan. Namun pasukannya, saat berada di Himyar, tidak lagi ingin pulang, mereka ingin menetap di Himyar yang subur, dan tanpa sepengetahuan sang komandan, mereka bernegosiasi dengan Abramus dan mencapai kata sepakat saat pertempuran akan dimulai. Mereka membunuh sang komandan dan justru bergabung dengan pihak Abramus dan menetap disana.


But Ellesthaeus was greatly moved with anger and sent still another army against them; this force engaged with Abramus and his men, and, after suffering a severe defeat in the battle, straightway returned home.
Namun Ellesthaeus sangat marah dan mengirimkan lagi pasukan untuk menyerbu Himyar, dan terjadi pertempuran dengan pasukan Abramus. Setelah mengalami kekalahan parah, mereka kembali lagi ke Ethiophia.


Kisah kemudian berlanjut dimana Abramus berjanji untuk menyerbu Persia namun kemudian ditengah jalan membatalkan penyerbuannya ke Persia.
Sumber : History of the Wars, Procopius of Caesarea | Buku I.xix.1 - 16, 23-26; xx.1–13 :
Later on Abramus too, when at length he had established his power most securely, promised the Emperor Justinian many times to invade the land of Persia, but only once began the journey and then straightway turned back.
Dikemudian hari setelah kekuasaannya mantap, Abramus berjanji kepada Kaisar Justinian beberapa kali untuk menyerbu Persia, namun hanya sekali melakukan perjalanan dan kemudian langsung kembali lagi.


Uniknya kisah ini muncul dalam buku Ibn Ishaq namun dengan versi yang berbeda dimana dikisahkan Abrahah hendakmenyerbu ke Mekah, tempat yang dia sendiri tidak tahu dimana dan siapa pemimpinnya (lihat kembali bagian kesatu). Namun dengan ajaib gajah-gajah mereka tidak mau berjalan menyerbu Mekah, bahkan pasukan Abrahah dijatuhi batu-batu oleh burung-burung.

Sumber : Ibn Ishaq, halaman 38
Tiba-tiba gajah tersebut berlututut, dan Nufail segera melompat dan berlari kearah puncak gunung. Pasukan Abrahah mencoba untuk membangkitkan gajah tersebut tetapi gagal …… ketika mereka mengarahkan sang gajah ke Yaman maka serta merta gajah tersebut berdiri, tetapi ketika mereka memutar arahnya ke kota Mekah gajah itu kembali mogok. Kemudian tuhan mengirimkan kepada mereka sekawanan burung …. Tiap-tiap burung membawa tiga buah kerikil, seperti buah kacang, satu di paruh dan dua di cakar. Semua yang terkena lemparannya mati …..

Bahkan kisah ini masuk dalam Al-Qur’an.
QS 105 : 1 - 5
Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah [1602]?
Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia?, dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong,
yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,
lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).


Terlihat bagaimana Ibn Ishaq telah memelintir sejarah Abrahah demi kepentingan muslim dan Arab :
· Pasukan yang hendak menyerbu ke Persia, diplintir katanya hendak menyerbu ke Mekah, dengan alasan mau balas dendam karena ada orang Quraish yang merusak katerdral milik Abrahah di Yaman.
· Pasukan yang membatalkan niat menyerbu, diplintir katanya sang gajahlah yang tidak mau jalan
· Tidak ada sama sekali korban jiwa dipasukan Abrahah, diplintir katanya banyak yang mati karena dijatuhi kerikil sebesar kacang oleh burung.
· Bahkan Al-qur’an sendiri harus menambahkan kalimat dalam tanda kurung untuk mengaitkan dengan Ka’bah.
· Bagaimanapun usaha sejarawan muslim dan Ibn Ishaq mendistorsi kisah ini tetap menimbulkan keganjilan, yaitu :
· Abrahah tidak tahu dimana kota Mekah sampai harus diantar oleh orang Thaif
· Abrahah tidak tahu siapa pemimpin kota Mekah sampai harus bertanya-tanya.

ORANG MAU BERPERANG KOK TIDAK TAHU SIAPA YANG MAU DISERBU DAN DIMANA HARUS DISERBU ?!? Piye to iki mas???

KESIMPULAN.
Dari uraian diatas yang membahas catatan sejarah dalamrentang waktu 550 SM hingga 550 M jelas tidak ada laporan tentang keberadaan kota Mekah ataupun kota dengan ciri-ciri Mekah. Konsekuensinya adalah klaim Mekah, Kabah dan Zamzam sudah ada dijaman Abraham adalah klaim bohong belaka

Beberapa pakar muslim mengakui hal ini, berikut kutipannya :
1) Dr. Taha Hussein, seorang profesor dari Mesir, pendapatnya dikutip dalam buku Mizan al Islam karya Anwar Jundi, halaman 170 :
“Dalam kasus cerita Abraham dan Ismail membangun Kabah cukup jelas, cerita ini MUNCUL BELAKANGAN disaat Islam mulai berkembang. Islam mengeploitasi kisah ini untuk kepentingan agama” 

Siapa DR. Taha Husayn.
Dikutip dari : Encyclopaedia Britannica edisi 2003 | Sub Topik : Taha Hussein

Lahir Nov. 14, 1889, Maghaghah, Mesir | Meninggal Oct. 28, 1973, Kairo.
Figur yang menonjol dalam khasanah Mesir modern …..Ditahun 1902 dia belajar di Al-Azhar, Kairo …… Ditahun 1908 dia masuk Universitas Kairo dan di tahun 1914 menjadi orang pertama yang meraih gelar doktor …… Taha menjadi professor Kebudayaan Arab di Universitas Kairo, karirnya dipenuhi dengan gejolak karena pandangan-pandangan kritisnya yang sering membuat marah kaum Islam ortodoks. ….Tahun 1926 dia menerbitkan buku On Pre-Islamic Poetry, dalam buku ini dia menyimpulkan beberapa syair-syair yang dinyatakan pra Islam sebetulnya adalah pemalsuan oleh muslim kemudian karena beberapa alasan, salah satunya adalah untuk memberikan otoritas kepada Al-Qur’an. Karena buku ini, dia dinyatakan kafir. ….. Taha kemudian menjabat sebagai Menteri Pendidikan ditahun 1950 – 1952 …..


2) W Aliyudin Shareef, dalam buku In Response to Robert Morey’s Islamic Invasion, halaman 3–4: “Pada masa sebelum Islam, Ismail TIDAK PERNAH DISEBUTKAN sebagai Bapa Bangsa Arab”

3) Muhammad Husain Haekal, Dalam bukuna : Sejarah Hidup Muhammad | BAGIAN KEDUA: MEKAH, KA'BAH DAN QURAISY.
….. Untuk mengetahui sejarah dibangunnya kota ini SUNGGUH SUKAR SEKALI. MUNGKIN sekali ia bertolak ke masa ribuan tahun yang lalu. ……. MUNGKIN sekali Ismail anak Ibrahim itu orang pertama yang menjadikannya sebagai tempat tinggal, …. Kalau Ismail adalah orang pertama yang menjadikan Mekah sebagai tempat tinggal, maka sejarah tempat ini sebelum itu GELAP SEKALI.


Tentu saja sejarah Mekah Pra Islam GELAP SEKALI karena memang belum ada dijaman Abraham dan Ismail

4) Martin Lings
Dalam bukunya : Muhammad – Kisah Hidup Nabi Berdasar Sumber Klasik,
Serambi Ilmu Semesta, 2002, halaman 10.

... Ada 2 pusat suci yang melingkupi Ibrahim : satu didaerahnya, dan satu lagi MUNGKIN BELUM DIKETAHUI, dan MUNGKIN KESANALAH Hajar dan Ismail dituntun, kesuatu lembah tandus di Arabia ....... Lembah itu bernama Bakah.

Tentu saja sejarah Mekah Pra Islam BELUM DIKETAHUI, karena memang belum ada dijaman Abraham dan Ismail 

Jadi, kapan kota Mekah dan Kabah didirikan? :
· Dengan mengacu pada puisi pra Islam yang digantung di Kabah jelas mengindikasikan pembangun kuil adalah Quraish. Pembangunan kuil biasanya bersamaan dengan pem-bangunan kota. Quraish sendiri kemungkinan besar hidup di akhir abad ke 2 M.
· Dengan berandai-andai bahwa Macoraba memang adalah Mekah tetap saja kota ini baru muncul di panggung sejarah sekitar pertengahan abad 2 M.

Dapat dinyatakn bahwa kota Mekah dan Kabah baru ada paling cepat di abad ke 2 M.

Jadi kapan mata air Zamzam dan Batu hitam ditemukan :
Sumur Zamzam dan batu hitam baru ditemukan pertama kali oleh Abdul Muthallib sang kakek Muhammad SAWdi awal tahun 500-an M.

Perang Bard Adalah Penipuan

Perang Bard Adalah Penipuan

Perang Badr: kemenangan terbesar jihad Islam yang pertama
· Penjelasan teologis mengenai perang Badr
· Kontroversi di seputar rampasan perang
· Peperangan Muhammad melawan suku-suku Yahudi
· Muhammad memerintahkan pambantaian atas musuh-musuhnya
· Orang Quraysh menyerang balik: Perang Uhud

Perang Badr
Dengan semakin memburuknya hubungan Muslim dengan orang Yahudi, mereka kemudian mencapai titik akhir perpisahan mereka dengan orang Quraysh. Penyerangan-penyerangan yang dilakukan orang Muslim terhadap karavan-karavan Quraysh menimbulkan perang besar Muslim yang pertama. Muhammad mendengar bahwa sejumlah besar karavan Quraysh yang memuat uang dan barang sedang dalam perjalanan dari Syria. “Ini adalah karavan orang Quraysh yang membawa harta”, katanya pada para pengikutnya. “Nampaknya Allah akan memberikannya padamu sebagai jarahan”.(1) Ibn Ishaq melaporkan bahwa “orang-orang itu menanggapi perintahnya, ada yang penuh semangat, sedang yang lainnya agak enggan karena mereka tidak berpikir bahwa rasul akan pergi berperang”. Muhammad menerima sebuah wahyu dari Allah yang mencaci-maki orang Muslim yang tidak mau berperang bagi sang nabi Islam: “Dan orang-orang yang beriman berkata: ‘Mengapa tiada diturunkan suatu surat? Maka apabila diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang, kamu lihat orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan karena takut mati, dan kecelakaanlah bagi mereka” (Sura 47:20).
Allah memerintahkan para pengikut Muhammad untuk berperang dengan kejam dan memenggal kepala musuh-musuh mereka: “Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka; sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berhenti” (Sura 47:4a). Ia mengingatkan mereka bahwa ini adalah kehendak-Nya, dan sebuah ujian yang diberikan-Nya kepada mereka: “Demikianlah apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain. Dan orang-orang yang gugur pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka” (Sura 47:4b).


Muhammad bersiap pergi ke Mekkah untuk memimpin penyerangan. Ia tahu bahwa orang Quraysh akan mempertahankan karavan mereka dengan pasukan tentara kali ini, tapi ia yakin: “Majulah dengan berani”, katanya pada pasukannya, “karena Tuhan telah menjanjikan padaku salah-satu dari keduanya” – yaitu entah karavan atau tentaranya. “Dan demi Tuhan, sekarangpun aku sudah dapat melihat musuh (kita) bersujud”.(2) Ketika ia melihat orang Quraysh maju mendekati orang Muslim, ia berdoa: “Oh Tuhan, sudah datang orang Quraysh itu dengan kesombongan dan kehampaan mereka, melawan Engkau dan memanggil rasul-Mu seorang pembohong. Oh Tuhan, berikanlah pertolongan yang telah Engkau janjikan padaku. Hancurkanlah mereka pagi ini!”(3) Seorang pemimpin Quraysh, Abu Jahl (yang berarti “Bapa kebebalan”, nama yang diberikan padanya oleh sejarawan Muslim; nama aslinya adalah ‘Amr ibn Hisham), juga merasa bahwa sebuah peristiwa yang penting akan terjadi. Sambil meminyaki jubah sebelum berperang, ia berkata: “Tidak, demi Tuhan, kita tidak akan mundur hingga Tuhan memutuskan antara kita dengan Muhammad”.(4)
Dan kali ini orang Quraysh sudah lebih siap untuk menghadapi orang Muslim ketimbang waktu mereka berperang di Nakhla. Mereka menemui 300 pengikut Muhammad dengan kekuatan hampir 1000 orang.(5) Muhammad nampaknya tidak menduga jumlah itu dan berteriak kepada Allah dalam kecemasan: “Oh Tuhan, jika gerombolan ini binasa hari ini, Engkau akan lebih lagi disembah”. Tapi setelah beristirahat sebentar Muhammad merasa lebih baik, dan berkata kepada pengikut utamanya Abu Bakr, yang akan menggantikannya sebagai pemimpin orang Muslim: “Kuatkanlah hatimu, Abu Bakr. Pertolongan Tuhan telah datang padamu. Lihatlah Jibril memegang tali kekang kuda dan memimpinnya. Debu ada di gigi depannya”.(6)
Muhammad berkuda diantara pasukannya dan memberikan sebuah janji yang penting – janji yang telah memberanikan hati para pejuang Muslim di sepanjang abad: “Demi Tuhan yang memegang jiwa Muhammad, tidak seorangpun yang akan dibunuh pada hari ini saat memerangi mereka dengan keberanian penuh dan tidak mundur karena Tuhan akan membuatnya masuk ke Firdaus”. Salah seorang dari pejuang Muslim, ‘Umar bin al-Humam, berkata: “Baiklah, baiklah! Tidak adakah sesuatu hal diantara aku dan jalanku menuju ke Firdaus yang harus dibunuh oleh orang-orang ini?” Ia melemparkan beberapa kurma yang telah dimakannya, bergegas ke medan perang yang dahsyat, dan bertempur sampai ia terbunuh. Juga seorang pejuang Muslim, ‘Auf bin Harith, bertanya pada Muhammad, “Wahai rasul Allah, apakah yang membuat Allah tertawa dengan sukacita pada hamba-Nya?” Muhammad menjawab, “Ketika ia terjun ke tengah-tengah musuh tanpa perlindungan”. ‘Auf menanggalkan jubahnya dan terjun ke tengah pertempuran, bertempur dengan sekuat tenaga hingga ia terbunuh.(7)
Sang nabi Islam mengambil beberapa kerikil dan melemparkannya ke arah orang Quraysh, dan berkata: “Busuklah wajah-wajah itu!” Kemudian ia memerintahkan orang-orang Muslim untuk menyerang.(8) Walaupun jumlah mereka lebih banyak, orang Quraysh mengalami kekalahan. Beberapa tradisi Muslim mengatakan bahwa Muhammad sendiri turut serta dalam peperangan; yang lainnya menceritakan bahwa ia hanya memberi semangat pada para pengikutnya dari pinggir medan perang. Dalam peristiwa apapun, itu adalah kesempatan baginya untuk membalas dendamnya karena selama bertahun-tahun dijalaninya dengan frustrasi, penolakan, dan kebencian kepada kaumnya yang telah menolaknya. Salah seorang pengikutnya kemudian teringat akan sebuah kutuk yang diucapkan Muhammad terhadap para pemimpin Quraysh: “Nabi berkata, ‘O Allah! Hancurkanlah para pemimpin Quraysh, O Allah! Hancurkanlah Abu Jahl bin Hisham, ‘Utba bin Rabi’a, Shaiba bin Rabi’a, ‘Uqba bin Abi Mu’ait, ‘Umaiya bin Khalaf (atau Ubai bin Khalaf)’”.(9)
Semua orang ini ditangkap atau dibunuh dalam perang Badr. Seorang pemimpin Quraysh yang namanya disebut dalam kutuk itu, ‘Uqba, mohon belas kasihan atas hidupnya: “Siapakah yang akan mengurus anak-anakku, wahai Muhammad?”
Dalam konfrontasi itu, ‘Uqba telah melemparkan kotoran unta, darah dan isi perut kepada nabi Islam, demi kesenangan pemimpin Quraysh, ketika Muhammad sedang sujud bersembahyang.(10) Muhammad telah mengucapkan kutuk atas mereka, dan kini kutuk itu sedang digenapi. Siapa yang akan memperhatikan anak-anak ‘Uqba? “Neraka”, kata Muhammad, lalu ia memerintahkan agar ‘Uqba dibunuh.(11)
Abu Jahl dari kaum Quraysh dipenggal. Orang Muslim yang memenggal kepalanya dengan bangga membawanya sebagai trofi kepada Muhammad: “Aku telah memenggal kepalanya dan membawanya kepada rasul dan berkata, ‘Inilah kepala dari musuh Tuhan, Abu Jahl’”.
Muhammad sangat senang. “Demi Tuhan dan bukankah tiada yang lain selain Dia?” katanya, dan bersyukur kepada Allah atas kematian musuhnya.(12)
Menurut catatan lainnya, dua orang muda Muslim membunuh Abu Jahl ketika ia sedang “berjalan diantara kaumnya”. Salah seorang pembunuh menjelaskan mengapa: “Aku telah diberitahu bahwa ia melecehkan Utusan Allah. Demi Dia yang memegang jiwaku, jika aku bertemu dengannya, maka tubuhku tidak akan meninggalkan tubuhnya hingga salah-satu diantara kami bertemu dengan takdir”. Setelah mereka melakukan perbuatan itu, mereka menemui nabi Islam yang bertanya, “Siapakah diantara kalian yang telah membunuhnya?”
Kedua orang muda itu menjawab, “Aku telah membunuhnya”.
Muhammad memikirkan cara untuk memecahkan masalah ini, dan bertanya pada mereka: “Apakah kalian telah membersihkan pedang kalian?” Mereka mengatakan bahwa mereka belum melakukannya, lalu Muhammad memeriksa senjata mereka dan berkata: “Tidak diragukan lagi, kalian berdua telah membunuhnya dan barang-barang milik orang mati ini akan diberikan kepada Mu’adh bin ‘Amr bin Al-Jamuh’”, yang adalah salah satu dari para pembunuh itu.(13)
Jasad dari semua orang yang namanya disebutkan dalam kutuk itu dibuang ke sebuah jurang. Seorang saksi mata menceritakan: “Kemudian aku melihat mereka semua dibunuh dalam perang Badr dan jasad mereka dibuang ke dalam sebuah sumur kecuali jasad Umaiya atau Ubai, karena ia adalah seorang yang gemuk, dan ketika ia ditarik, bagian-bagian tubuhnya terpisah sebelum ia dilemparkan ke dalam sumur”.(14) Kemudian Muhammad mengejek mereka sebagai “orang-orang dalam jurang” dan memberikan sebuah pertanyaan teologis: “Sudahkah kamu mendapati bahwa janji Tuhan itu benar? Aku telah mendapati bahwa apa yang dijanjikan Tuhanku adalah benar”. Ketika ditanyai mengapa ia bertanya pada jenazah, ia menjawab: “Kamu tidak dapat mendengar apa yang kukatakan lebih baik daripada mereka, tetapi mereka tidak dapat menjawab aku”.(15)
Allah berperang bagi orang Muslim
Kemenangan di Badr merupakan titik balik bagi orang Muslim. Peristiwa itu menjadi sebuah legenda, sebuah batu penjuru dari agama yang baru ini. Muhammad bahkan menerima sebuah wahyu yang mengatakan bahwa pasukan malaikat bergabung dengan orang-orang Muslim untuk memenggal orang Quraysh – dan bahwa di masa depan pertolongan yang sama akan datang untuk orang-orang Muslim yang setia kepada Allah: “Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya. (Ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang mukmin: ‘Apakah tidak cukup bagi kamu Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?’ Ya (cukup), jika kamu sabar dan bertakwa dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda” (Sura 3:123-125). Allah mengatakan kepada Muhammad: “(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu:’Sesungguhnya aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut’. (Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah pendirian orang-orang yang telah beriman. Kelak akan aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (ketentuan) yang demikian adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya’” (Sura 8:9, 12-13). Ayat yang terakhir ini, yang mengatakan bahwa para malaikat mendukung pemenggalan musuh-musuh Allah dan Muhammad, menjadi salah satu pembenaran utama bagi praktek Islam – kini dan nanti – untuk memenggal sandera dan tawanan perang.
Ibn Ishaq mengatakan bahwa Muhammad menerima wahyu lainnya yaitu mengirimkan beberapa mantan Muslim yang telah berperang bersama dengan orang Quraysh ke neraka: “Sesungguhnya orang-orang yang telah diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: ‘dalam keadaan bagaimana kamu ini?’ Mereka menjawab: ‘Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)’. Para malaikat berkata: ‘Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?’ orang-orang itu tempatnya neraka Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruknya tempat kembali” (Sura 4:97).
Namun wahyu lainnya dari Allah menekankan bahwa kesalehan dan bukanlah kekuatan militer, yang membawa kemenangan di Badr: “Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur). Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang Muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati” (Sura 3:13). Allah mengingatkan orang Quraysh agar tidak berusaha menyerang lagi, mengatakan pada mereka bahwa mereka akan dikalahkan tak peduli berapa banyak jumlah mereka daripada orang Muslim (8:19).
Di bagian lain dalam Qur’an dikatakan bahwa orang Muslim di Badr hanyalah alat yang pasif. Bahkan kerikil yang dilemparkan Muhammad ke arah orang Quraysh, dilempar oleh Allah, bukan Muhammad: “Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah-lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (Sura 8:17). Dan Allah akan memberikan kemenangan-kemenangan semacam itu kepada orang-orang Muslim yang saleh walaupun mereka menghadapi tantangan yang lebih besar daripada apa yang telah mereka kalahkan di Badr: “Hai nabi, kobarkanlah semangat para mukmin itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantara kamu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) diantaramu, mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti” (Sura 8:65).
Ini menjadi tema yang berulang dalam literatur jihad sepanjang abad, hingga hari ini: kesalehan akan membawa kemenangan militer, Allah akan mengirim para malaikat untuk berperang bersama orang Muslim yang beriman, dan mereka akan menaklukkan bahkan mengalahkan semua tantangan. Kemenangan di Badr terus bergema di sepanjang sejarah. Dalam kasus pemenggalan kepala sandera Amerika Nicholas Berg pada Mei 2004, sebagai contoh, pemimpin jihad Irak Abu Musab al-Zarqawi mengobarkan perang besar: “Bukankah sudah waktunya bagi kamu (orang Muslim) untuk mengambil jalan jihad dan mengangkat pedang nabi segala nabi?...Nabi, yang maha pemurah, memerintahkan (tentaranya) untuk menebas leher beberapa tawanan di (perang Badr) dan membunuh mereka...dan ia telah memberikan teladan yang baik bagi kita”.(16)
PERMASALAHAN MENGENAI RAMPASAN PERANG
Allah memberi upah kepada orang-orang yang telah diberi-Nya kemenangan. Ada rampasan perang yang sangat banyak bagi para pemenang – begitu banyaknya, kenyataannya, itu menjadi sumber pertikaian. Masalah ini begitu memecah-belah sehingga menjadi sebuah ancaman hingga Allah sendiri berbicara mengenai hal itu dalam sebuah bab dalam Qur’an yang keseluruhannya dikhususkan untuk merefleksikan perang Badr: bab atau Sura ke-8, yang berjudul Al-Anfal, “Rampasan Perang” atau “Jarahan”. Allah mengingatkan orang Muslim untuk tidak menganggap rampasan perang yang dimenangkan di Badr boleh dimiliki orang lain kecuali Muhammad: “Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: ‘Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul,sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan diantara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman’” (Sura 8:1). Akhirnya, Muhammad membagikan rampasan perang diantara orang Muslim dengan sama rata, dan mengambil seperlima bagian untuk dirinya (8:41). Ini sesuai dengan hak istimewa yang diberikan Allah kepada Muhammad. Muhammad menjelaskan: “Aku telah diberikan lima (hal) yang tidak diberikan kepada nabi siapapun sebelum aku. Ini termasuk kenyataan bahwa “Allah membuat aku menang dengan menakjubkan (dengan cara ia menakut-nakuti musuh-musuhku)” dan “rampasan perang yang telah dihalalkan untukku (dan tidak demikian untuk siapapun juga)”.(17)
Muhammad mewujudkan hak istimewa ini di Badr ketika dua dari sahabat pentingnya, Abu Bakr dan Umar, tidak bersepakat mengenai apa yang harus mereka lakukan pada para tawanan:
“Orang-orang Muslim pada hari itu (yaitu pada hari peperangan di Badr) membunuh 70 orang dan menangkap 70. Utusan Allah (kiranya damai ada atasnya) berkata kepada Abu Bakr dan ‘Umar (kiranya Allah berkenan pada mereka): ‘Apakah pendapatmu mengenai para tawanan ini?’ Abu Bakr berkata: ’Mereka adalah sanak keluarga kita. Menurutku engkau harus melepaskan mereka setelah menerima tebusan untuk mereka. Ini akan menjadi sumber kekuatan kita melawan orang kafir. Sangatlah mungkin Allah akan menuntun mereka kepada Islam”.
Sudah tentu tebusan itu akan menambah rampasan perang bagi orang Muslim. Tetapi Umar tidak setuju:
“Kemudian Utusan Allah (kiranya damai ada atasnya) berkata: ‘Apakah pendapatmu, Ibn Khattab [yaitu Umar]?’ Ia berkata: ‘Utusan Allah, aku tidak sependapat dengan Abu Bakr. Menurutku engkau harus menyerahkan mereka kepada kami sehingga kami dapat memenggal kepala mereka. Serahkanlah ‘Aqil kepada ‘Ali supaya ia dapat memenggal kepalanya, dan serahkanlah kerabat siapapun kepadaku supaya aku dapat memenggal kepalanya. Mereka adalah para pemimpin orang yang tidak beriman dan veteran diantara mereka”.
Muhammad berpihak kepada Abu Bakr, tetapi keesokan harinya Umar dipanggil menghadap Muhammad dan Abu Bakr meratap. “Utusan Allah”, katanya, “mengapa engkau dan sahabatmu menangis?”
Muhammad menjawab, “Aku menangis karena apa yang telah terjadi pada sahabat-sahabatmu karena mengambil tebusan (dari para tawanan). Aku telah diperlihatkan siksaan yang mereka alami. Itu ditunjukkan padaku sedekat pohon ini”. Dan ia menunjuk pohon yang terdekat. Sang nabi Islam sedang menceritakan tentang siksaan dalam neraka, karena Allah berpihak kepada Umar, dan menyatakan kepada Muhammad bahwa “tidak seorang nabi pun boleh mempunyai tawanan hingga ia telah membantai orang di negeri”. Ia mengejek Muhammad karena lebih menginginkan rampasan perang daripada melakukan keinginan Allah yaitu melakukan pembantaian: “Kamu menginginkan godaan dunia ini dan Allah menginginkan (bagi kamu) Akhirat, dan Allah itu Perkasa, Bijaksana”. Namun demikian, para sahabat tidak akan mengalami siksaan yang telah menanti mereka karena sebelumnya Allah telah mengijinkan Muhammad untuk mengambil rampasan perang: “Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu akan ditimpa sisaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil. Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, sebagai makan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Sura 8:68-69).(18)
Sejak itu, tidak terhitung orang Muslim yang mengamini konsep bahwa membunuh musuh-musuh Allah akan menolong untuk, menurut Ibn Ishaq, “mewujudnyatakan agama yang ingin Ia nyatakan”.(19)
Orang Muslim telah bertumbuh, dari sekelompok kecil komunitas yang dihina, menjadi sebuah kekuatan yang tidak boleh dianggap sepele oleh kaum pagan Arab. Mereka mulai menebar teror dalam hati musuh-musuh mereka: “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)” (Sura 8:60).
Perang Badr adalah contoh praktis pertama akan apa yang kemudian dikenal sebagai doktrin Jihad Islam.
Kaum Yahudi Qaynuqa
Tenggelam dalam kemenangan, Muhammad melanjutkan operasi perampokannya. Dalam sebuah penyerangan terhadap suku pagan Ghatafan, ia dikejutkan oleh seorang pejuang musuh ketika ia sedang beristirahat. Pejuang itu bertanya padanya: “Siapakah yang akan membelamu dari aku pada hari ini?”
Nabi Islam menjawab dengan tenang, “Allah” – lalu pejuang itu melepaskan pedangnya. Muhammad segera mengambilnya dan bertanya, “Siapa yang akan membelamu dari aku?”
“Tidak ada”, kata pejuang itu, dan ia mengucapkan kalimat syahadat, yaitu pengakuan iman Islam (“Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul-Nya”), dan menjadi seorang Muslim.(20)
Di sekitar waktu itu sikap Muhammad semakin keras terhadap suku-suku Yahudi di wilayah itu. Panggilan kenabiannya kepada mereka mulai menekankan pada siksaan duniawi daripada penghukuman di akhirat – yaitu siksaan duniawi di tangan orang Muslim. Allah memberikan sebuah wahyu padanya yang mengijinkan untuk memutuskan perjanjian yang telah dibuatnya dengan kelompok-kelompok yang ia takutkan akan mengkhianatinya: “Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat” (Sura 8:58). Setelah ia menerima wahyu ini, Muhammad berkata: “Aku takut akan Bani Qaynuqa” – yaitu suku Yahudi yang mempunyai kesepakatan dengannya. Ia memutuskan untuk memerangi mereka.
Sambil berjalan di pusat perdagangan Qaynuqa, sang nabi Islam memberi pengumuman kepada orang banyak: “Wahai orang Yahudi, hati-hatilah Tuhan akan memberikan padamu pembalasan yang telah diberikan-Nya kepada orang Quraysh dan jadilah Muslim. Kamu tahu bahwa aku adalah seorang nabi yang telah diutus – kamu dapat membacanya dalam kitab-kitab sucimu dan perjanjian Tuhan dengan kamu”. Ia menguatkan ancamannya dengan sebuah wahyu dari Allah: “Katakanlah kepada orang-orang yang kafir: ‘Kamu pasti akan dikalahkan (di dunia ini) dan akan digiring ke dalam neraka Jahanam. Dan itulah tempat yang seburuk-buruknya. Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur). Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati” (Sura 3:12-13). Sudah tentu kedua pasukan yang bertemu adalah orang Muslim dan orang Quraysh di Badr.
Orang Yahudi Qaynuqa menjawab dengan mencemooh, membuat nabi Islam menjadi semakin marah karena merendahkan pengharapannya bahwa orang Yahudi akan menerimanya sebagai seorang nabi: “Wahai Muhammad, nampaknya kau mengira kami adalah kaummu. Janganlah menipu dirimu sendiri karena engkau berhadapan dengan kaum yang tidak mempunyai pengetahuan tentang perang dan berhasil mengalahkan mereka; karena demi Tuhan jika kami memerangimu, engkau akan melihat bahwa kami adalah laki-laki sejati!”(22)
Pasukan Muhammad mengepung Qaynuqa hingga mereka menawarkan padanya penyerahan tanpa syarat. Tetapi orang Qaynuqa telah membuat kesepakatan dengan beberapa Muslim, dan sekarang mereka mengajukan masalah mereka pada nabi Islam. Muhammad ingin agar semua pria suku itu dibunuh.(23) Namun demikian, seorang Muslim – salah seorang dari para Munafik – yang bernama Abdullah bin Ubayy berkata kepada Muhammad: “Wahai Muhammad, bersikaplah baik kepada para klien saya”. Muhammad mengabaikannya, maka Abdullah mengulangi permohonannya, sehingga nabi Islam memalingkan wajahnya dari Abdullah. Abdullah bin Ubayy kemudian dengan segera mencengkeram leher jubah Muhammad, yang menurut Ibn Ishaq, “membuat rasul menjadi sangat marah sehingga wajahnya hampir menjadi hitam”. Muhammad berkata kepada Abdullah, “Jahanam kau, lepaskan aku”.
Tetapi Abdullah menjawab, “Tidak, demi Tuhan, aku tidak akan melepaskanmu sampai engkau bersikap baik kepada para klienku. Empat ratus priadan tiga ratus lagi melindungi aku dari musuh-musuhku; apakah engkau akan memenggal mereka semua dalam sehari? Demi Tuhan, aku adalah orang yang takut kalau situasi dapat berubah”. Muhammad kemudian meluluskan permintaanya, setuju untuk membiarkan orang Qaynuqa tetap hidup asalkan mereka menyerahkan harta kepunyaan mereka sebagai rampasan perang kepada orang Muslim dan meninggalkan Medina, yang kemudian mereka lakukan dengan segera.
Namun, Muhammad masih tidak senang dengan kesepakatan yang dibuat Abdullah dengan suku Yahudi itu. Pada titik inilah ia menerima sebuah wahyu penting mengenai hubungan yang seharusnya terjadi antara orang Muslim dan non-Muslim: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain...Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim” (Sura 5:51). Dan Allah menghina dengan kalimat-kalimat yang keras mereka yang, seperti Abdullah bin Ubayy, takut kehilangan prospek bisnis karena kemalangan orang Qaynuqa (5:52).(24)
Kemarahan terhadap orang Yahudi dan orang Kristen
Jelaslah permohonan Abdullah bin Ubayy agar orang-orang Yahudi dibiarkan hidup tidak bersesuaian dengan Muhammad, dan ia menjadi lebih marah lagi pada orang Yahudi. Sebuah wahyu menempatkan mereka di bawah kutuk Allah karena mengganti isi dari wahyu-wahyu terdahulu, dan mengemukakan bahwa banyak diantara mereka yang tidak dapat dipercayai: “(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka sengaja melupakan (sebagian) dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat)..” Namun Allah masih memberikan kemurahan: “...maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik” (Sura 5:13). Maafkanlah mereka, tapi tidak usah berharap lagi mereka akan memeluk Islam: “Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?” (Sura 2:75).
Seorang utusan orang Kristen dari Najran datang untuk mendiskusikan soal teologi dengan Muhammad, dan nabi Islam tidak sabar terhadap mereka. Ia sangat terusik dengan pengakuan mereka bahwa Yesus adalah Putra Tuhan, karena – seperti yang seirng dikatakannya – “Tidak layak bagi Allah mempunyai anak, Maha Suci Dia” (Sura 19:35). Nabi Islam bersungguh-sungguh mengoreksi kesalahan-kesalahan teologi Kristen: “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: ‘Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih Putra Maryam’. Katakanlah: ‘Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia hendak membinasakan Al Masih Putra Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang yang berada di bumi semuanya?’ Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang diantara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” (Sura 5:17). Yesus tidak ilahi dan tidak disalibkan – dan nabi Islam menghardik orang Yahudi karena menyombongkan diri bahwa mereka telah menyalibkan-Nya: “Dan karena ucapan mereka: ‘Sesungguhnya kami telah membunuh Al masih, Isa Putra Maryam, Rasul Allah’, padahal mereka tidak membunuh-Nya, dan tidak (pula) menyalib-Nya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak punya keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa” (Sura 4:157).
Dengan menunjukkan hanya sedikit pemahaman akan doktrin Kristen mengenai Trinitas, Muhammad mengumumkan dalam sebuah wahyu lainnya bahwa Yesus sendiri akan menyangkali doktrin ini ketika ditanyai oleh Allah: “Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: ‘Hai, ‘Isa Putra Maryam, adakah Kamu mengatakan kepada manusia: Jadikanlah Aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah? Isa menjawab: ‘Maha Suci Engkau, tidak patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib’” (Sura 5:116).
Lalu bagaimana orang-orang Kristen mendapatkan gagasan ini? Karena mereka telah jauh dari apa yang sebenarnya diajarkan Yesus: “Dan diantara orang-orang yang mengatakan: ‘Sesungguhnya kami adalah orang-orang Nasrani’, ada yang telah kami ambil perjanjian mereka, tetapi mereka (sengaja) melupakan sebahagian dari apa yang mereka telah diberi peringatan dengannya; maka Kami timbulkan diantara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat. Dan kelak Allah akan memberitakan kepada mereka apa yang selalu mereka kerjakan” (Sura 5:14).
Muhammad menghimbau baik orang Yahudi maupun orang Kristen untuk memeluk Islam, menghadirkan Islam sebagai sebuah koreksi terhadap Yudaisme dan Kekristenan pada jamannya, dan pemulihan pengajaran-pengajaran asli dari Musa dan Yesus: “Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan” (Sura 5:15-16).
Pembunuhan dan penipuan
Setelah perang Badr dan penyerangan terhadap orang Yahudi Qaynuqa, Nabi Islam mengarahkan kemarahannya kepada penyair Yahudi Ka’b bin Al-Ashraf, yang menurut Ibn Ishaq, “menyusun ayat-ayat picisan yang bersifat penghinaan terhadap wanita Muslim”.(25) Dengan amarah Muhammad bertanya kepada para pengikutnya: “Siapakah yang mau membunuh Ka’b bin Al-Ashraf yang telah menyakiti Allah dan Rasul-Nya?”(26)
Ia mendapatkan seorang pemuda Muslim yang mau menjadi sukarelawan, yang bernama Muhammad bin Maslama: “Utusan Allah, apakah engkau menginginkan agar aku membunuhnya?”
Nabi Islam menjawab dengan ketegasan, dan Muhammad bin Maslama membuat sebuah permohonan: “Maka ijinkanlah aku untuk mengatakan suatu hal (yang tidak benar) (yaitu untuk menipu Ka’b)”.
Nabi Islam kemudian memilih jalan yang menguntungkan ketimbang norma normal: “Engkau boleh mengatakannya”.
Kemudian Muhammad bin Maslama pergi menemui Ka’b dan mulai mengeluh mengenai tuannya. “Orang itu [yaitu Muhammad] menuntut Sadaqa[zakat, sedekah] dari kami, dan ia telah menyusahkan kami, dan aku datang untuk meminjam sesuatu darimu”.
Ka’b tidak terkejut, dan berkata: “Demi Allah, kamu akan jadi muak padanya!”(27)
Muhammad bin Maslama memainkan sandiwaranya dengan sungguh-sungguh. “Kedatangan orang itu [nabi] adalah sebuah kesusahan besar bagi kami. Kedatangannya memprovokasi kekerasan orang Arab, dan mereka semua bersatu melawan kami. Jalanan tidak dapat lagi dilalui sehingga keluarga-keluarga kami menjadi sangat miskin, dan kami dan keluarga-keluarga kami berada dalam kesusahan besar”.(28) Kemudian Muhammad bin Maslama menawarkan Ka’b sebuah kesepakatan, berusaha untuk mendaftarkan bantuan si penyair untuk menolongnya memisahkan diri dari Islam dan nabinya: “Kini karena kami telah mengikutinya, kami tidak ingin meninggalkannya kecuali hingga kami melihat bagaimana akhir hidupnya. Kini kami ingin engkau meminjamkan kami unta yang memuat makanan”. Ini bukanlah terakhir kalinya dalam sejarah ada seorang Muslim yang mengaku tidak senang dengan Muhammad dan agamanya, dan berminat untuk mengadakan perjanjian dengan seorang non-Muslim. Dan ini juga bukanlah kali yang pertama orang non-Muslim tertipu, bahkan hingga harus membayar harga dengan nyawanya.
Ka’b setuju dengan rencana Muhammad bin Maslama, tapi dengan satu keberatan: “Ya (aku akan meminjamkanmu), tapi engkau harus menggadaikan sesuatu padaku...Gadaikanlah perempuanmu padaku”.
Muhammad bin Maslama menjadi ragu: “Bagaimana kami dapat menggadaikan perempuan kami padamu sedang kau adalah yang paling tampan dari semua orang Arab?” Akhirnya mereka membuat perjanjian dengan persyaratan yang lain, dan Muhammad bin Maslama berjanji untuk kembali malam itu. Ia kembali, bersama dengan saudara angkatnya Abu Na’ila dan beberapa orang lainnya. Setelah mendapatkan kepercayaan Ka’b, Muhammad bin Maslama dan orang-orang yang bersamanya menemui Ka’b. Agar ia berada sangat dekat Ka’b untuk dapat membunuhnya, Muhammad bin Maslama mengaku bahwa ia mengagumi parfum Ka’b: “Belum pernah kucium wangi yang lebih baik daripada ini...Bolehkah aku mencium kepalamu?” Ka’b mengijinkannya; teman-teman Muhammad bin Maslama menciumnya juga. Kemudian Muhammad bin Maslama mencengkeram Ka’b dengan sangat kuat, dan memerintahkan para sahabatnya: “Bunuh dia!” Mereka membunuh Ka’b, dan kemudian bergegas memberitahu nabi, sambil membawa kepala Ka’b.(29) Ketika Muhammad mendengar berita itu, ia berteriak, “Allahu akbar!” dan memuji Allah atas kematian musuhnya.(30)
Orang-orang Yahudi yang marah berkata kepada Muhammad: “Pemimpin kami telah dibunuh dengan licik”. Muhammad, menurut Ibn Sa’d, mengingatkan mereka akan kesalahan-kesalahannya dan bagaimana ia telah menghasut mereka dan membuat mereka senang untuk berperang dengan orang Muslim dan bagaimana ia telah menyakiti mereka”.(31) Pembunuhan itu, dengan kata lain, terjadi setelah provokasi yang intens – sebuah pembelaan diri yang digunakan para jihadis hingga hari ini untuk membenarkan tindakan-tindakan mereka.
Setelah pembunuhan Ka’b, Muhammad mengeluarkan sebuah perintah: “Bunuh semua Yahudi yang jatuh ke dalam kekuasaanmu”.(32) Ini bukanlah sebuah perintah militer: korban pertama adalah seorang pedagang Yahudi, Ibn Sunayna, yang mempunyai “relasi sosial dan bisnis” dengan orang Muslim. Si pembunuh, Muhayissa, ditegur keras atas perbuatannya itu oleh saudaranya Huwayissa, yang bukan seorang Muslim. Muhayissa tidak bertobat. Ia mengatakan kepada saudaranya: “Jika orang yang memerintahkan aku untuk membunuhnya juga memerintahkan aku untuk membunuhmu maka aku akan memenggal kepalamu”.
Huwayissa terkesan: “Demi Tuhan, agama yang telah membuatmu seperti ini pastilah sangat hebat!” Ia kemudian menjadi Muslim.(33) Hingga hari ini dunia masih melihat kehebatan seperti itu: Mohammed Robert Heft, seorang Kanada yang berpaling kepada Islam, secara pribadi berkenalan dengan beberapa orang dari 17 perencana teror jihad yang ditangkap pada Juni 2006, menjelaskan bahwa secara pribadi ia telah mengikuti para ekstrimis, dan selama itu ia akan membunuh orang-tuanya jika mereka merecoki komitmennya kepada Islam.(34) Muhayissa dan Huwayissa pasti mengerti.
Pada kesempatan lain Muhammad mengijinkan salah satu pengikutnya untuk kembali menggunakan tipuan supaya bisa membunuh musuhnya yang lain, yaitu Sufyan ibn Khalid al-Hudhali, yang oleh nabi Islam diumpamakan seperti Iblis itu sendiri: “Jika kamu melihatnya”, katanya kepada si pembunuh, “kamu akan menjadi takut dan tersesat dan kamu akan teringat kepada Satan”. Ketika tugas itu telah terlaksana dan Sufyan wafat, Muhammad memuji si pembunuh dan memberinya sebuah tongkat, dan berkata, “Berjalanlah dengan itu ke Firdaus”.(35)
Orang Quraysh balik menyerang
Setelah mengalami penghinaan di Badr, orang Quraysh berkeras untuk membalas dendam. Mereka mengumpulkan 3000 tentara melawan 1000 Muslim di sebuah gunung di dekat Mekkah yang disebut Uhud. Muhammad mengenakan 2 lapis jubah dan pedang, memimpin orang Muslim ke medan perang. Muhammad merasa yakin: ketika seorang Muslim bertanya padanya, “Wahai Rasul, bukankah mestinya kita meminta bantuan dari para sekutu kita, orang-orang Yahudi?” Nabi Islam menjawab: “Kita tidak memerlukan mereka”.(36) Atau boleh jadi ia sedang memikirkan betapa hubungannya dengan orang Yahudi telah menjadi pahit.
Saat ini, orang Quraysh sudah menjadi lebih nekad, dan orang Muslim telah dikepung. Muhammad sendiri berperang bersama pasukannya, melukai seorang pejuang Quraysh bernama Ubayy bin Khalaf di tengkuknya. Beberapa tahun silam, Ubayy pernah menghina nabi baru ini di Mekkah: “Muhammad, aku mempunyai seekor kuda bernama ‘Aud yang kuberi makan jagung yang banyak setiap hari. Aku akan membunuhmu sambil menungganginya”.
Muhammad menjawab, “Tidak, akulah yang akan membunuhmu jika Allah menghendaki”. Ubayy mengingatnya ketika ia kembali ke perkemahan Quraysh, ia terluka ringan di lehernya dan berkata, “Demi Tuhan! Muhammad telah membunuhku”. Ketika orang Quraysh menjawab, “Demi Tuhan! Engkau telah berkecil hati. Engkau tidak terluka”, Ubayy berkeras: “Ia mengatakan padaku di Mekkah bahwa ia akan membunuhku, dan demi Tuhan, jika ia bertengkar denganku maka ia akan membunuhku”. Ia meninggal dalam perjalanan kembali ke Mekkah, dibunuh oleh sang nabi perang, seperti yang telah diramalkannya.(37)
Aisha kemudian menceritakan bahwa orang-orang Muslim awalnya menang di Uhud, tapi kemudian pertahanan mereka jadi berantakan oleh karena adanya intervensi supranatural: “Setan, kiranya kutuk Allah ada padanya, berteriak dengan keras, ‘Wahai para penyembah Allah, hati-hatilah dengan apa yang ada di belakang!’ Mendengar itu barisan depan tentara (Muslim) berpaling dan mulai berperang dengan barisan belakang”.(38)
Dalam kebingungan, nabi Islam sendiri terluka wajahnya dan satu giginya tanggal; bahkan ada kabar burung yang tersebar di medan perang yang mengatakan bahwa ia terbunuh. Muhammad mencuci darah dari wajahnya dan bersumpah untuk membalas dendam: “Murka Tuhan sangatlah besar terhadap orang yang telah melukai wajah nabi-Nya”.(39) Kemudian ia meratapi lagi penolakan orang Quraysh terhadap orang yang telah dipilih Allah dari antara mereka untuk menjadi seorang nabi: “Bagaimanakah sebuah bangsa yang telah melukai wajah nabinya akan berhasil?”(40) Namun dalam hal ini Allah menasehatinya: “Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima tobat mereka, atau mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang lalim” (Sura 3:128). Ketika Abu Sufyan, pemimpin orang Quraysh, menghina orang Muslim, Muhammad menegaskan kembali bahwa orang Quraysh semuanya memang benar-benar pelaku kejahatan. Ia mengatakan kepada Umar, letnannya, untuk menjawab demikian: “Tuhan itu Maha Tinggi dan Maha Mulia. Kita tidak setara. Orang-orang kami yang mati ada di surga; sedangkan orang-orang kalian ada di neraka”.(41)
Muhammad kembali bersumpah untuk membalas dendam ketika ia menemukan jenazah Hamza, pamannya. Hamza dibunuh di Uhud dan tubuhnya dimutilasi dengan sangat mengerikan oleh seorang wanita bernama Hind bint ‘Utba, yang memotong hidung dan telinga Hamza dan memakan sebagian hatinya. Ia melakukan ini sebagai pembalasan dendamnya kepada orang Muslim yang telah membunuh ayahnya, saudaranya, pamannya, dan putra pertamanya di Badr. Muhammad tidak ragu untuk memperlebar lingkaran dendamnya: “Jika Tuhan memberikanku kemenangan atas orang Quraysh di masa depan”, ia berseru, “aku akan memutilasi 30 pria mereka”. Karena tersentuh oleh duka dan kemarahannya, para pengikutnya membuat sumpah yang sama: “ Demi Tuhan, jika Tuhan memberikan kita kemenangan atas mereka di masa depan kita akan memutilasi mereka seperti yang belum pernah dilakukan orang Arab terhadap siapapun sebelumnya”.(42)
Insiden-insiden serupa masih mengisi surat-kabar pada masa kini. Setelah para jihadis melakukan serangan di Irak atau Israel, para pejuang jihad memperlakukan counter-measures oleh orang-orang Amerika atau pasukan Israel sebagai serangan-serangan tanpa alasan, yang pantas menerima pembalasan yang keji dan segera. Sejak itu, orang Muslim mulai berperang dengan mengikuti teladan nabi perang mereka, dan ini telah menjadi standar mereka dalam bertingkah-laku. Bukan “memberikan pipi yang satunya lagi”, namun memberi sikap permusuhan terhadap musuh-musuh mereka.
Orang yang membunuh Hamza, yaitu Wahshi, mengetahui bahwa Muhammad tidak akan membalas dendamnya dan membunuhnya jika ia menjadi Muslim. Wahshi segera mengucapkan kalimat syahadat dan menemui nabi Islam. Muhammad memintanya untuk menceritakan bagaimana ia membunuh pamannya, dan kemudian berkata, “Celakalah engkau, sembunyikanlah wajahmu dariku dan jangan sampai aku melihatmu lagi”.(43) Wahshi melakukan apa yang diperintahkan padanya, dan hidup lebih lama dari sang nabi. Ini juga merupakan apa yang membedakan orang beriman dengan orang yang tidak beriman, oleh karena itu orang Muslim tidak akan membunuh sesamanya orang Muslim (kecuali orang-orang yang mereka anggap sebagai bidat atau murtad), namun menganggap murah hidup orang non-Muslim.
Mengurangi keraguan setelah peristiwa Uhud
Orang dapat saja berharap bahwa kekalahan di Uhud akan menggoyahkan iman orang Muslim, oleh karena setelah Badr Muhammad seringkali menegaskan bahwa Allah sendiri berperang bagi orang Muslim. Tetapi Muhammad sudah siap dengan wahyu-wahyu yang lebih banyak lagi. Kali ini temanya adalah orang Muslim mengalami kekalahan karena mereka tidak menaati Allah dan lebih fokus pada rampasan perang daripada kemenangan. (Sura 3:152). Wahyu lainnya mendorong orang Muslim untuk berperang dengan gagah berani, meyakinkan mereka bahwa hidup mereka tidak berada dalam bahaya hingga hari dimana Allah memutuskan bahwa mereka harus mati: “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur” (Sura 3:145).
Allah mengingatkan orang Muslim akan pertolongan-Nya pada mereka di masa lalu, dan membuat pertolongan-Nya di masa depan bergantung pada ketaatan mereka: “Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya. (Ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang mukmin: ‘Apakah tidak cukup bagi kamu Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?’ Ya (cukup), jika kamu sabar dan bertakwa dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda” (Sura 3:123-125).
Sekali lagi sebuah pola telah ditetapkan: jika orang Muslim mengalami hal yang buruk, para pemimpin Muslim akan menegaskan bahwa hal itu disebabkan karena mereka (umat) kurang beragama/tidak cukup islami. Pada 1948, Sayyid Qutb, seorang pemikir besar dari Persaudaraan Muslim, kelompok teroris Islam modern yang pertama, mengumumkan kepada dunia Islam bahwa “kita hanya perlu melihat dengan teliti sehingga dapat menyadari bahwa situasi sosial yang kita alami sudah sedemikian buruknya”. Namun “kita senantiasa menyingkirkan semua warisan spiritual kita, semua kemampuan intelektual kita, dan semua solusi yang kemungkinan besar dapat memberi pencerahan terhadap semua ini; kita mengesampingkan prinsip-prinsip dan doktrin-doktrin fundamental kita sendiri, dan kita menerima demokrasi, atau sosialisme, atau komunisme.”(44) Dengan perkataan lain, satu-satunya jalan menuju sukses adalah Islam, dan semua kegagalan bersumber dari meninggalkan Islam. Setelah Uhud, Allah berjanji pada orang Muslim bahwa kemenangan tidak lama lagi akan kembali menjadi milik mereka, jika mereka hanya bergantung pada-Nya dan menolak semua kesepakatan dengan non-Muslim (Sura 3:149-151).
Hubungan teologis yang tajam antara kemenangan dan ketaatan di satu sisi dan kekalahan dan ketidaktaatan di sisi yang lain ditekankan kembali setelah kemenangan Muslim pada perang berikutnya, yaitu Perang Parit pada 627. Muhammad sekali lagi menerima sebuah wahyu yang menghubungkan kemenangan dengan intervensi supernatural Allah: “Hai orang-orang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikaruniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang kamu tidak dapat melihatnya. Dan adalah Allah Maha Melihat akan apa yang kamu kerjakan” (Sura 33:9).
Deportasi Bani Nadir
Tidak lama setelah perang Uhud, beberapa anggota suku Yahudi, yaitu Bani Nadir, berkonspirasi untuk membunuh Muhammad dengan menjatuhkan sebuah batu yang besar ke atas kepalanya saat ia melewati salah satu rumah mereka. Beberapa orang Muslim mengetahui rencana itu dan mengingatkan Muhammad. Bukannya membujuk para pemimpin Nadir untuk menyerahkan orang-orang yang bersalah itu, Muhammad malah mengirim pesan kepada Nadir: “Tinggalkan negeriku dan jangan tinggal denganku. Kamu telah berencana untuk berkhianat”. Orang yang membawa pesannya adalah Muhammad bin Maslama (pembunuh Ka’b bin Ashraf), seorang anggota suku Aw di Medina yang pernah membuat perjanjian dengan Bani Nadir. Tetapi ketika orang-orang Nadir memprotes dan mengingatkan akan perjanjian itu, Muhammad bin Maslama menjawab: “Hati telah berubah, dan Islam telah menghapus semua perjanjian yang terdahulu.”(45)
Abdullah bin Ubayy dan beberapa orang Munafik lainnya memaksa Bani Nadir agar tidak pergi, dan berjanji untuk datang menolong mereka jika mereka diserang. Oleh karena itu, Bani Nadir berkata kepada Muhammad: “Kami tidak akan meninggalkan kediaman kami; maka lakukanlah yang kau anggap pantas kau lakukan.” Dengan menempatkan tanggung-jawab kepada musuh yang kemudian menjadi karakteristik para pejuang jihad sepanjang abad, Muhammad berkata kepada orang-orang Muslim, “Orang Yahudi telah mengumumkan perang.”(46) Allah memberikannya sebuah wahyu, meyakinkannya bahwa orang-orang Munafik akan kelihatan sama curangnya seperti orang Yahudi terhadap Muhammad. Ia menjanjikan kemenangan atas Bani Nadir kepada nabi Islam. Bukankah Ia telah memberikan kemenangan kepada mereka yang “telah mendahului mereka”, orang-orang Yahudi Qaynuqa? Allah akan memberikan “teror” ke dalam hati orang Yahudi: “Maka adalah kesudahan keduanya, bahwa sesungguhnya keduanya (masuk) ke dalam neraka, mereka kekal di dalamnya. Demikianlah balasan orang-orang yang lalim” (Sura 59:11-17).
Nabi Islam memerintahkan orang-orang Muslim bergerak maju memerangi suku itu dan mengepung mereka. Selama pengepungan itu, ia memerintahkan agar pohon-pohon kurma milik Bani Nadir dibakar.(47) Dengan terkejut Bani Nadir bertanya padanya: “Muhammad, engkau telah melarang pengrusakan tanpa alasan dan menyalahkan mereka yang melakukannya. Mengapa sekarang engkau menebang dan membakar pohon-pohon palem kami?”(48) Allah membenarkan tindakan Muhammad melalui sebuah wahyu yang baru: “Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua itu) adalah dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik” (Sura 59:5). Para apologis Islam seringkali mengutip larangan Muhammad terhadap pengrusakan tanpa alasan – tetapi tidak menyebutkan pelanggaran yang dilakukan Muhammad sendiri atas peraturan itu, dan peneguhan Allah terhadap kejahatan itu.
Pengepungan terhadap Bani Nadir berlangsung selama 2 minggu, sebelum akhirnya mereka sepakat untuk menjalani pembuangan. Muhammad mengijinkan orang-orang Yahudi untuk membawa apa yang dapat mereka bawa dengan unta mereka, tetapi menuntut agar mereka menyerahkan semua senjata mereka.(50) Beberapa orang Nadir menghancurkan rumah mereka. Apa yang tidak dapat dibawa orang-orang Yahudi itu menjadi milik pribadi Muhammad, yang ia bagikan sebagai rampasan perang diantara para muhajiroun, yaitu orang-orang Muslim yang telah berimigrasi dengannya dari Mekkah ke Medina.(51) Ia juga menyimpan beberapa barang untuk dirinya sendiri dan sebagai persiapan untuk perang-perang jihad berikutnya, seperti yang diceritakan Umar: “Harta benda yang ditinggalkan Bani Nadir adalah pemberian Allah kepada Rasul-Nya...Harta milik itu terutama dikhususkan untuk nabi Suci (kiranya damai ada atasnya). Ia akan memenuhi kebutuhan tahunan keluarganya dari pendapatan itu, dan akan menggunakan sisanya untuk membeli kuda-kuda dan senjata-senjata sebagai persiapan untuk jihad.”(52) Muhammad sangat dikenal sebagai orang yang mempunyai selera yang sederhana: ia tidak menyenangkan dirinya dengan kemewahan, tinggal di rumah yang megah, atau meninggikan dirinya dengan kemegahan. Ia menghabiskan apa yang ia miliki untuk jihad.
Dalam sebuah wahyu, Allah mengatakan kepada Muhammad bahwa teror ilahi-lah yang mengalahkan Bani Nadir, dan bahwa mereka semua sudah ditakdirkan untuk masuk neraka: “Dan jika tidaklah karena Allah telah menetapkan pengusiran terhadap mereka benar-benar Allah mengazab mereka di dunia ini. Dan bagi mereka di akhirat azab neraka” (Sura 59:2-3). Sisa orang Yahudi yang masih tinggal di Medina adalah sasaran murka Muhammad yang berikutnya.
Catatan Kaki
1. Ibn Sa’d, vol. II, 9.
2. Ibn Ishaq, 294.
3. Ibid., 297.
4. Ibid., 298.
5. For various estimates on the number of Muslim warriors, see Ibn Sa’d, vol. II, 20-21.
6. Ibn Ishaq, 300.
7. Ibid., 300.
8. Ibid., 301.
9. Bukhari, vol. 4, book 58, no. 3185.
10. Bukhari, vol. 1, book 8, no. 520.
11. Ibn Ishaq, 308.
12. Ibid., 304.
13. Bukhari, vol. 4, book 57, no. 3141.
14. Bukhari, vol. 4, book 58, no. 3185.
15. Ibn Ishaq, 306.
16. Steven Stalinsky, “Dealing in Death,” National Review Online, May 24, 2004.
17. Bukhari, vol. 1, book 8, no. 438.
18. Ibn Ishaq, 308.
19. Ibn Ishaq, 326-327.
20. Ibn Sa’d, vol. II, 40.
21. Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-Tabari, The History of al-Tabari, Volume VII, The Foundation of the Community, M.V. McDonald, translator, State University of New York Press, 1987, 86.
22. Ibn Ishaq, 363.
23. Tabari, vol. VII, 86.
24. Ibn Ishaq, 363.
25. Ibid., 367.
26. Bukhari, vol. 5, book 64, no. 4037.
27. Ibid.
28. Ibn Ishaq, 367.
29. Bukhari, vol. 5, book 64, no. 4037; Ibn Sa’d, vol. II, 37.
30. Ibn Sa’d, vol. II, 37.
31. Ibn Sa’d, vol. II, 39.
32. Ibn Ishaq, 369; Ibn Sa’d, vol. II, 36.
33. Ibn Ishaq, 369.
34. “Man who knew some plot suspects says Islamic ‘anger’ prevalent,” CBC News, June 16, 2006.
35. Ibn Sa’d, vol. II, 60-61.
36. Ibn Ishaq, 372.
37. Ibid., 381-382.
38. Bukhari, vol. 5, book 64, no. 4065.
39. Ibn Ishaq, 382.
40. Bukhari, vol. 5, book 64, chapter 22.
41. Ibn ishaq, 386.
42. Ibid., 387. Muhammad was immediately convinced to forbit mutilation, however, Islamic exegetes have justified it today (notably after the Fallujah incident in Iraq in 2004) by appealing to Qur’an 16:126: “If ye punish, then punish with the like of that wherewith ye were afflicted.”
43. Bukhari, vol. 5, book 64, no. 4072: Ibn Ishaq, 376.
44. Sayyid Qutb, Social Justice in Islam, translated by John B. Hardie and Hamid Algar, revised edition, Islamic Publications International, 2000, 19.
45. Tabari, vol. VII, 158.
46. Ibid., 159.
47. Muslim, book 19, no. 4326.
48. Ibn Ishaq, 437.
49. Ibid., 437.
50. Ibn Sa’d, vol. II, 70.
51. Ibn Ishaq, 438.
52. Muslim, book 19, no. 4347.