alquran sudah TIDAK ASLI lagi, pada awalnya ALQURAN PUNYA 7 VERSI
Selanjutnya,
perbedaan dialek itu menimbulkan perselisihan di antara para pengikut
Muhammad mula-mula, karena bukan sekedar perbedaan dialek, tetapi sudah
mengarah kepada bentuk (forms) yang berbeda. Simaklah percekcokan antara
Hisham dan Umar perihal surat Al Furqaan tentang hal ini:
`Umar
said, 'I heard Hisham b. Hukaim reciting surat al Furqan and listened
to his recital. On observing that he was reading many forms which the
Prophet had not taught me, I all but rushed upon him as he prayed. But I
waited patiently as he continued, and, collaring him when he had
finished, I asked him, 'Who taught you to recite this sura?' He claimed
that the Prophet had taught him. I said, 'By God! you're lying!' I
dragged him to the Prophet telling him that I heard Hisham recite many
forms he had not taught me. The Prophet said, 'Let him go. Recite,
Hisham.' He recited the reading I had already heard from him. The
Prophet said, 'That is how it was revealed.' He then said, 'Recite,
`Umar', and I recited what he had taught me. He said, 'That's right.
That is how it was revealed. This Qur'an was revealed in seven forms, so
recite what it was easiest.' (p. 150-151, Abu Ja`far Muhammad b. Jarir
al Tabari, "Tafsir", vol. 1, p. 24)
Jadi,
mau tidak mau, anda suka atau tidak suka, perbedaan dalam dialek bahasa
itu telah menjadi perbedaan versi yang ‘disputable’. Perhatikan, bahwa
Muhammad samasekali tak menentang perbedaan yang terjadi, melainkan
menganggapnya sebagai suatu kewajaran yang bisa diterima. Sebenarnya,
jika kita mau kritis, Jibril mula-mula hanya memperbolehkan satu tipe
gaya tulisan Qur’an:
Ibn
Abbas reported Allah's Messenger (may peace be upon him) as saying:
Gabriel taught me to recite in one style. I replied to him and kept
asking him to give more (styles), till he reached seven modes (of
recitation). Ibn Shihab said: It has reached me that these seven styles
are essentially one, not differing about what is permitted and what is
forbidden. (Sahih Muslim, Vol. 2, p.390).
Jadi,
proses itu disebabkan karena tawar-tawaran dengan Jibril. Oleh karena
itu, Muhammad menganggap Quran memang diturunkan dalam 7 gaya, dan ini
bukan masalah. Ia memperbolehkan toleransi akan hal ini, dan
meminta pengikutnya membaca dengan cara yang paling mudah menurut
mereka : The Qur'an has been revealed to be recited in seven different
ways, so recite of it that which is easier for you. (Sahih al-
Bukhari, Vol. 6, p.510).
Tapi
yang sangat mengejutkan, perbedaan-perbedaan dialek yang telah
ditetapkan oleh Jibril itu justru kemudian diingkari oleh kaum Muslimin
sendiri. Adalah Khalifah Umar bin Khattab yang pertama melanggarnya. Umar
pernah memperingatkan Abdullah karena mengajarkan Qur’an dengan dialek
Hudail: `Umar is said to have admonished `Abdullah for teaching the
Qur'an in the language of Hudail. It had been revealed in the language
of the Qurais and ought to be taught in that language. (p. 154,
200-201, Ahmad b. `Ali b. Muhammad al `Asqalani, ibn Hajar, "Fath al
Bari", 13 vols, Cairo, 1939/1348, vol. 9, p. 7)
Tak hanya itu. Toleransi Muhammad ini juga dilanggar lagi oleh Kalifah Usman bin Affan. Perbedaan dalam berbagai dialek bahasa Arab dalam Quran itu kemudian dilarang oleh Usman! Apa yang dilakukannya? He transcribed the texts (suhuf) into a single codex (mushaf waahid), he arranged the suras, and he restricted the dialect to the vernacular (lugaat) of the Quraysh on the plea that it (the Qur'an) had been sent down in their tongue. (As-Suyuti, Al-Itqan fii Ulum al-Qur'an, p.140).
Tak hanya itu. Toleransi Muhammad ini juga dilanggar lagi oleh Kalifah Usman bin Affan. Perbedaan dalam berbagai dialek bahasa Arab dalam Quran itu kemudian dilarang oleh Usman! Apa yang dilakukannya? He transcribed the texts (suhuf) into a single codex (mushaf waahid), he arranged the suras, and he restricted the dialect to the vernacular (lugaat) of the Quraysh on the plea that it (the Qur'an) had been sent down in their tongue. (As-Suyuti, Al-Itqan fii Ulum al-Qur'an, p.140).
Jadi,
ini dilakukannya dengan cara mengkodifikasikan berbagai varian itu ke
dalam satu kodeks tunggal untuk kemudian melarang yang lainnya. Selain
itu, ketika Usman telah menerima ‘mushaf’ yang lengkap, ia melihat
adanya banyak perbedaan dialek bahasa yang sebenarnya sudah ada
(inheren). Menurutnya, ini tak boleh terjadi lagi:
'Had
he who dictated it been of Hudail and the scribe of Thaqif,' he said,
'this would never had happened.' (p. 169, Abu Bakr `Abdullah b. abi
Da'ud, "K. al Masahif", ed. A. Jeffery, Cairo, 1936/1355, p. 33)
Jadi, Usman telah mengkodifikasikan beberapa salinan ‘suhuf’ ke dalam satu kodeks naskah, dan tak boleh lagi dijabarkan ke dalam berbagai dialek yang terjadi saat itu (padahal, Muhammad memperbolehkannya).
Sungguh aneh dan ironis memang, perintah dari ‘nabinya’ sendiri harus ia langgar dengan ceroboh. Menurut saya, Usman terlalu berani dan gegabah. Bahkan, Abu-al-Khair-ibn-al-Jazari mengatakan bahwa ketujuh format dialek dalam Quran itu tak boleh diabaikan atau diganti, melainkan harus dihargai:
Abu
al-Khair ibn al-Jazari, in the first book that he published, said
"Every reading in accordance with Arabic, even if only remotely, and in
accordance with one of the Uthmanic codices, and even if only reading
which may not be disregarded, nor may it be denied, but it belongs to
al-ahruful-sab'at (the seven readings) in which the Qur'an was sent
down, and it is obligatory upon the people to accept it, irrespective of
whether it is from the seven Imams, or from the ten, or yet other
approved imams, but when it is not fully supported by these three
(conditions), it is to be rejected as dha'ifah (weak) or shaathah
(isolated)or
baatilah (false), whether it derives from the seven or from one who is
older than them. (As-Suyuti, Al-Itqan fii Ulum al-Qur'an, p.176).
Sampai
disini, melihat kembali berbagai informasi tsb, tujuh varian dialek
bahasa Quran pada akhirnya menjadi versi-versi yang dipertentangkan.
Saya yakin perbedaan isinya pasti sangat signifikan. Sebab jika tidak,
mustahil Usman sampai mau campur tangan menanganinya secara serius.
Ketujuh
dialek bahasa yang dipakai dalam tujuh varian Quran (“Sab’at-I’Ahruf”)
itu sesungguhnya diizinkan oleh Muhammad untuk terjadi.
Namun Usman telah melanggar kesepakatan ini dengan cara melarangnya. Ironis, memang…..
Sampai disini dulu sementara, kesimpulan:
- Quran sudah tidak asli lagi
- Usman melakukan standardisasi dengan melakukan pengubahan dan pembakuan. Terbukti dari beberapa catatan sarjana muslim diatas, terjadi banyak pertentangan pasca kodifikasi.
- Quran yang ada setelah Usman (apalagi sekarang) sudah tidak sama lagi dengan yang disampaikan Muhammad.
Mau tanya bagaimana dengan injil. di antara sekian versi dan bahasa versi dan bahasa mana yang benar?
BalasHapusBukan dilanggar bro, kan emang masih ada tuh yg namanya qira'ah sab'ah. Huuuu
BalasHapusPalsu Nih Orang. Pembawa fitnah Dajjal penyesat Umat Muslim memfitnah Utsman jerubah al-qur'an sedangkan Jelas yang dilakukan Ustman adalah penulisan Qur'an dengan Gaya huruf arab ustmaniyah.
BalasHapus